Indonesia Layak Anak Dimulai dari Keluarga

Anak-anak dalam sebuah kegiatan. (rin)

Sebagian orang tua meskipun melek teknologi, tapi tak bijak dalam menggunakannya. Ada sebagian yang dengan sadar memberikan smartphone tanpa batasan waktu bagi anak, baik di usia mereka masih pelajar Sekolah Dasar ataupun Sekolah Menengah Pertama.

Orang tua sendiri pun, baik itu karena pekerjaannya yang dibawa pulang ke rumah atau karena memang keranjingan media sosial, tetap ber-smartphone hampir sepanjang waktu kebersamaan dengan anak di rumah. Bahkan, waktu bagi smartphone malah lebih banyak dibanding waktu dengan anak.

Sementara, sebagian orang tua lainnya merasa serba salah dan dilematis jika melepas anak bermain di luar rumah. Peristiwa-peristiwa yang wara wiri di layar kaca seperti bully, begal dan lain-lain menimbulkan kekhawatiran akan keselamatan anak. Orang tua seakan menjadi paranoid bila membiarkan anak keluyuran di rumah. Bayangan ancaman pedofil serta ancaman narkoba dan ngelem bisa datang dari mana saja. Sikap dilematis dan paranoid yang membuat seakan lebih aman jika membiarkan anak hanya di rumah meski itu ditemani oleh gadget.

Di samping itu, untuk kawasan permukiman perkotaan, sarana bermain bagi anak sama sekali tak ada jaminan keselamatan. Banyak perumahan yang tak menyediakan fasilitas umum berupa lapangan atau taman bermain anak dan keluarga. Sehingga, kalaupun akan bermain, anak-anak hanya bermain di antara gang atau jalanan kompleks diselingi kendaraan yang kadang seperti tak bisa direm. Itupun kadang hanya berupa jalan aspal hotmix yang sudah banyak rusak hingga berbahaya untuk berlari.

Namun bagaimanapun, orang tua harus bisa membatasi penggunaan gadget pada anak dan memanfaatkan waktu yang berkualitas bersama anak. Terkait pola asuh yang bergeser, ada banyak forum dan wadah bagi orang tua untuk selalu menambah wawasan dalam pengasuhan. Meski tak ada sekolah khusus orang tua, namun orang tua harus terus belajar mendidik anak, terutama menyikapi perkembangan zaman dan tantangan pola asuh yang berubah.

Keluarga Perlindungan yang Pertama dan Utama

Pemerintah telah mencanangkan Indonesia Layak Anak (Idola) tahun 2030 dan Generasi Emas 2045. Berbagai upaya pun dilakukan untuk mencapai kondisi Indonesia Layak Anak. Di antaranya dengan menyediakan ruang bermain ramah anak, memberikan hak administrasi anak, melibatkan anak dalam forum-forum anak dan lainnya.

Namun, apapun upaya itu, semua akan kandas di tengah jalan jika peran keluarga tak diperkuat. Bagaimana anak-anak di luar adalah gambaran bagaimana mereka di rumah. Anak-anak yang kurang perhatian dan kasih sayang di rumah akan mencari perhatian di luar. Sementara, banyak perhatian ‘semu’ yang malah bisa membuat mereka salah langkah dan terperangkap dalam hal-hal yang tak diinginkan, seperti narkoba, LGBT, kejahatan seksual, dan lainnya.

Begitu pula orang tua yang tak menyadari arti pentingnya waktu kebersamaan dengan benar-benar memberi perhatian pada anak. Anak akan menjadikan ponsel atau smartphone sebagai teman. Anak akan mencari jalan keluar permasalahannya dan mencari jati dirinya dengan caranya sendiri.

Keluarga sejatinya adalah perlindungan yang pertama dan utama bagi anak. Keluarga menjadi yang utama dalam perlindungan anak karena keluarga merupakan orang terdekat dalam sistem sosial anak. Saat orang tua bisa memfungsikan diri mereka sebagai sahabat dan pelindung anak, maka anak tak akan merasa galau dan mencari perlindungan dari pihak yang tak jelas.

Keluarga pula yang pertama berperan dalam pembentukan karakter anak. Keluarga harus menjadi tempat yang nyaman dan aman bagi anak untuk pulang, mengadu dan berdiskusi tentang apapun persoalan mereka saat berada di luar rumah.