Indonesia Layak Anak Dimulai dari Keluarga

Anak-anak dalam sebuah kegiatan. (rin)

Oleh : Melda Riani

Fakta hari ini bahwa ratusan anak telah terjebak dalam keasyikan dunia gadget hingga menyebabkan mereka harus mendapat perawatan medis di rumah sakit jiwa adalah kekhawatiran yang menjadi kenyataan. Padahal, dalam peringatan Hari Anak Nasional tahun 2018 lalu, kecanduan game telah dinyatakan sebagai ancaman serius bagi tumbuh kembang anak.

Organisasi kesehatan dunia (WHO) pun telah menetapkan kecanduan game sebagai bentuk gangguan jiwa. Namun nyatanya, kecanduan game makin menjadi di kalangan anak dan remaja. Salah satu dampak kesehatannya, semakin banyak anak-anak usia sekolah dasar yang harus menggunakan kaca mata karena kerusakan pada mata akibat terlalu sering terpapar layar monitor. Yang lebih parah, seperti berita yang viral belakangan ini, banyaknya anak yang masuk Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Cisarua Provinsi Jawa Barat akibat kecanduan ponsel dan game online.

Realita itu mungkin membangkitkan kesadaran sekaligus tamparan bagi keluarga-keluarga di Indonesia. Bahwa selama ini kebersamaan keluarga telah banyak terenggut oleh yang namanya gadget. Waktu berkualitas yang seharusnya disediakan orang tua bagi anak-anak tercinta, malah diasyikkan dengan gadget masing-masing.

Bahkan, orang tua (terutama ibu) tak bekerja sekalipun belum tentu menyediakan waktu yang berkualitas bagi anak. Bila orang tua saja terlalu sibuk dengan gadget-nya meski di rumah, bagaimana anak bisa dipisahkan dengan gadget?

Gadget juga menyita waktu yang seharusnya bisa dipergunakan untuk bermain bersama teman sebaya di sore hari; bermain sandal bakiak, pelepah pisang atau patok lele. Begitupun waktu bercengkerama dengan ayah, bunda dan saudara di taman atau ruang keluarga.

Padahal, anak mempunya hak untuk bergembira, hak menerima kasih sayang dari orang tua dan orang dewasa di sekitarnya serta hak untuk bermain. Ada sejumlah hak dasar anak yang sering diabaikan dan tak disadari oleh orang tua dan orang-orang dewasa di sekitar anak.

Pola Asuh yang Bergeser dan Orang Tua yang Dilematis

Laju perkembangan zaman yang tak bisa dihambat membuat pola asuh zaman sekarang nyaris berbeda 180 derjat dibanding dengan pola asuh dua atau tiga dekade sebelumnya. Menjadi orang tua di zaman sekarang memiliki tantangan yang lebih berat daripada menjadi orang tua di zaman dahulu. Hal ini karena adanya perubahan lingkungan dan kemajuan teknologi yang begitu cepat. Oleh karenanya, orang tua saat ini harus lebih memahami pola asuh dan tumbuh kembang anak.

Anak-anak saat ini tak lagi bisa ditegur hanya dengan tatapan mata. Sebaliknya, tak bisa pula dimarah-marahi terus. Banyaknya tontonan tak mendidik yang hampir setiap saat disuguhi pada anak telah mempengaruhi psikologi anak.

Perkembangan teknologi digital yang telah merambah ke semua lini kehidupan pun menyebabkan perubahan dalam kehidupan sosial masyarakat. Termasuk dalam membentuk karakter anak.

Sayangnya, orangtua yang memiliki anak-anak saat ini, tak semua bisa mengikuti percepatan teknologi yang tanpa disadari ikut mempengaruhi pola asuh. Bisa dikatakan mereka gagap dalam menghadapi perkembangan anak di era digital.