Fitria Kasih Angkat Permasalahan Psikologis Lansia dan Solusinya

(Enam dari kiri ke kanan) Dra. Hj. Fitria Kasih M.Pd, Kons, Dosen Prodi Bimbingan dan Konseling dalam kegiatan pengabdian masyarakat di Bukittinggi, baru-baru ini. (ist)

BUKITTINGGI – Dra. Hj. Fitria Kasih M.Pd, Kons, Dosen Prodi Bimbingan dan Konseling Universitas PGRI Sumatera Barat (UPGRISBA) dalam kegiatan pengabdian masyarakat di Bukittinggi, baru-baru ini, mengangkat permasalahan psikologis manusia lanjut usia (lansia) dan solusinya.

Kegiatan pengabdian masyarakat tersebut dihadiri puluhan lansia yang berhimpun dalam Perkumpulan Keluarga Durian, Kecamatan Aur Birugo Tigo Baleh (ABTB), Bukittinggi.

Fitria Kasih kepada Singgalang, Kamis (20/1), menjelaskan, hal yang wajar terjadi perubahan fisik dan mental.

Namun begitu, mereka harus menyesuaikan diri dalam beberapa kondisi.

Tugas perkembangan lansia, yakni mesti menyesuaikan diri dengan menurunnya kekuatan fisik dan kesehatan, menyesuaikan diri dengan masa pensiun dan berkurangnya income keluarga, menyesuaikan diri dengan kematian pasangan, serta membentuk hubungan dengan orang seusia.

Fitria melihat, sebagian masyarakat di manapun termasuk di Sumatera Barat punya pola pemikiran ingin hidup tenang di hari tua mereka.

”Banyak yang Ingin hidup tanpa beban, hanya bermain dengan cucu, reunian, jalan-jalan ke sana ke mari. Ada pula yang hanya berpikir menghabiskan masa tua dengan shalat dan membaca al quran dari waktu ke waktu, tanpa kegiatan lain. Itulah fenomena yang terjadi pada lansia,” katanya seraya menambahkan, karena terjebak pola pikir yang salah, tidak sedikit lansia kehilangan gairah hidup.

Fitria juga menjelaskan, bahwa manusia punya otak kanan untuk berpikir, visual, intuitif dan kreatif (seperti seni, musik, visual, gambar) dan otak kiri lebih melibatkan logika, bahasa dan pemikiran analitis (matematika, pemikiran logis dan kritis dan analisis). Pada masa lansia fungsi otak sudah menyatu antara otak kanan dan otak kiri), ini merupakan hal yang bagus bagi mereka.

Lebih jauh Fitria mengatakan, sesungguhnya keluarga punya peran yang besar untuk mengasuh dan mensejahterakan lansia.

“Di Jepang, anak laki-laki sulung punya tanggung jawab mengasuh orang tua lansia-nya. Berbeda di Ranah Minang, anak perempuan yang dibebani mengasuh orang tua lansia-nya. Sehingga calon pengantin di Jepang yang akan menikah dengan anak laki-laki sulung, maka mereka sudah paham tentang tradisi tersebut dan nantinya akan turut mengasuh orang tua sang suami,” katanya.

Fitria juga menyebutkan, rata-rata harapan hidup orang Indonesia tidak setinggi orang-orang dari negara maju. Dalam sejarah Islam, umur umat Nabi Muhammad SAW juga disebutkan tidak lama. “Dalam banyak riwayat hadits dijelaskan bahwa umur umat Nabi Muhammad SAW tidak lama, kisaran antara 60 tahun sampai 70 tahun (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah),” terangnya.

Di usia tua Rasulullah, menurut Fitria, tidak sibuk dengan shalat dan membaca Al Quran saja. “Mulai usia 53 tahun justru beliau makin aktif membina hubungan dengan sesama manusia. Membangun masyarakat madani (civil society) di Madinah. Tidak hanya hubungan dengan Allah, tapi juga hubungan dengan manusia. Beliau makin bermasyarakat, makin terlibat dalam kehidupan sosial,” ungkapnya

“Bertambah usia, justru harus semakin merambah dunia. Berbagi dan menjadi sosok bermanfaat. Bukan berpikir untuk hidup santai dan sekadar menghabiskan waktu dengan hal-hal tak jelas. Lagi pula, makin pasif seseorang, makin cepat pikun. Untuk itu para lansia perlu banyak berinteraksi dengan anggota keluarga terutama dengan cucu selain juga sering shalat tengah malam agar peredaran darah ke tak semakin lancar. Karena dengan sujud apalagi dalam waktu yang cukup lama akan mengurangi kepikunan bagi lansia,” terangnya.

Menurutnya, jika seseorang ingin mempersiapkan bhari tua, selain menyiapkan uang agar tidak berkekurangan, yang lebih penting adalah menyiapkan apa yang bisa dilakukan agar dapat bermanfaat bagi sesama di hari tua, sampai akhir hayatnya. (Soesilo)