Opini  

Filsafat: Implikasi Dimensi Ontologi, Epistemologi, Aksiologi dalam Pembelajaran IPA

Rona Taula Sari & Siska Angreni (Mahasiswa Doktor Pendidikan IPA, Universitas Negeri Padang)

Mendengar istilah filsafat, kita akan ingat kepada alam semesta dan isinya. Filsafat membahas segala sesuatu yang ada, bahkan yang mungkin ada, baik bersifat abstrak maupun nyata, seperti Tuhan, manusia, dan alam semesta. Oleh karena itu, sangat sulit untuk memahami setiap masalah filsafat dengan benar. Kita mungkin hanya memahami sebagian kecil dari ruang lingkupnya. Ada dua objek filsafat: objek materil dan objek formil. Selanjutnya ada tiga dimensi filsafat yakni ontologi, epistimologi, dan aksiologi.

Menurut (Adib, 2018), istilah ontologi adalah pemikiran tentang apa yang ada dan keberadaannya. Ontologi menyelidiki sifat dasar dari apa yang nyata secara fundamental dan bagaimana entitas (wujud) dari berbagai kategori logis (objek fisik, hal universal, dan abstraksi) dapat dianggap ada dalam rangka tradisional. Akhir-akhir ini, ontologi dianggap sebagai teori tentang prinsip-prinsip umum dari apa yang ada. Selain itu, ontologi juga mencakup segala sesuatu yang nyata, seperti perbedaan antara benda mati dan makhluk hidup, contohnya air, matahari, tumbuh-tumbuhan, hewan, dan manusia.

Untuk memahami segala sesuatu yang nyata, manusia memerlukan ilmu. Ilmu diperoleh dari pengetahuan, penyelidikan dan percobaan. Semua itu bisa diperoleh melalui Pendidikan. Kaitan Pendidikan dengan ontologi sangatlah erat. Dasar ontologi pendidikan adalah objek materi pendidikan dimana sisi yang mengatur seluruh kegiatan pendidikan. Ini mencakup tentang hal-hal yang bersifat empiris serta tentang apa yang ingin diketahui manusia dan apa yang diteliti. Kajian filsafat dalam pendidikan dapat dilihat pada Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA).

Dalam pembelajaran IPA, implikasi dimensi ontologi bisa diamati pada materi saraf dan hormon. Ontologi dari saraf dan hormon merupakan pengetahuan tentang bagaimana saraf dan hormon makhluk hidup dibentuk. Pada hewan multiseluler, sebagian besar sel dikhususkan untuk melakukan hanya satu atau beberapa fungsi, dan kelompok sel-sel ini membentuk sistem organ dalam tubuh hewan.

Untuk menjalankan fungsinya dengan baik, sel juga perlu berkoordinasi dan berkomunikasi dengan sel lain. Hewan memiliki dua sistem koordinasi untuk membantu koordinasi dan komunikasi antar sel ini yaitu, sistem endokrin dan sistem saraf. Kedua sistem ini berinteraksi dalam mengendalikan lingkungan internal hewan. Sistem saraf pada dasarnya terdiri dari saraf, sedangkan sistem endokrin terdiri dari kelenjar endokrin, yang mengeluarkan hormon sebagai koordinator kimianya (Husni Mardiyah et al., n.d.).

Selanjutnya, istilah epistemologi adalah bidang filsafat yang mempelajari validitas pengetahuan (Hodson, 1985). Hal itu mencakup pertanyaan seperti apakah ilmu itu, dari mana asalnya, apa sumbernya, apa hakikatnya, bagaimana membangun ilmu yang tepat dan benar, apa kebenaran, apakah kita dapat mencapai ilmu yang benar, apa yang dapat kita ketahui, dan sampai mana batasnya.

Implikasi pembelajaran IPA pada dimensi epistemology, dapat dimulai dengan sebuah pertanyaan, bagaimana neuron dan hormon mengirimkan informasi pada tubuh makhluk hidup? Selain itu, bagaimana fungsi sistem saraf diintegrasikan menjadi aktivitas dan interaksi yang menyusun perilaku hewan. Sistem saraf adalah system koordinasi yang bertugas mengendalikan seluruh aktivitas tubuh. Cara kerja neuron adalah menerima stimulus lalu ke neuron sensoris untuk diteruskan ke pusat saraf misalnya otak atau sumsum tulang belakang. Lalu diteruskan oleh neuron motoris merangsang efektor melakukan responnya (Husni Mardiyah et al., n.d.)

Dimensi yang ketiga adalah aksiologi. Dimensi aksiologi adalah bidang yang menyelidiki bagaimana pengetahuan sebenarnya berguna dan bermanfaat. Ilmu ini tidak sia-sia jika kita dapat menggunakannya dengan benar, karena banyak orang yang memiliki lebih banyak pengetahuan menggunakannya dengan cara yang salah (Adib, 2018). Untuk itu, perlu dipahami bahwa aksiologi pendidikan secara esensial adalah terwujudnya anak didik yang memahami ilmu dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Implikasi pembelajaran IPA pada dimensi aksiologi, misalnya kebermanfaatan hukum Archimedes, yaitu memudahkan pekerjaan manusia. Beberapa aplikasi hukum Archimedes yang mempermudah manusia antara lain pembuatan kapal selam dan kapal laut. Hukum Archimedes memiliki banyak nilai aplikatif dan bagian ilmu pengetahuan yang telah terbukti secara empiris.
Dibalik sumbangannya yang besar bagi kehidupan kita, secara jujur harus diakui bahwa perkembangan ilmu juga memberikan dampak negatif bagi kehidupan manusia, misalnya bahan pangan yang mengandung zat kimia berbahaya, membuat senjata nuklir untuk menghancurkan sebuah negara.
Berdasarkan tinjauan filsafat dalam dimensi ontologi, epistemologi, aksiologi, akan memberikan dampak yang positif kepada manusia yang mempelajarinya.

Mempelajari filsafat dimensi ontologi, epistemologi, aksiologi dalam pembelajaran IPA akan menghasilkan generasi yang beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa karena tahu akan keberadaan makhluk hidup, maha pencipta dan alam semesta, serta memahami cara memperoleh ilmu tersebut dan kebermanfaatannya untuk kelangsungan hidup di masa yang akan datang. (*)