Opini  

DPR Harus Membuka Kepada Publik Siapa Penulis Naskah Akademik dan Draft RUU HIP

Oleh : Miko Kamal, S.H., LL.M., PhD

Pembahasan Rancangan Undang Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) ditunda oleh Pemerintah. Pemerintah melalui Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud Md meminta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk menampung masukan yang lebih banyak dari masyarakat.

Setelah membaca dengan seksama naskah akademik dan draft RUU HIP, kontroversial RUU yang diusulkan oleh DPR ini bersumber dari naskah akademik yang tidak dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan cenderung memanipulasi fakta sejarah.

Naskah akademik yang harus dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah merupakan perintah dari Pasal 1 Angka 11 UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang sudah diubah dengan UU No. 15 Tahun 2019, yang selengkapnya berbunyi: “Naskah Akademik adalah naskah hasil penelitian atau pengkajian hukum dan hasil penelitian lainnya terhadap suatu masalah tertentu yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah mengenai pengaturan masalah tersebut dalam suatu Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Daerah Provinsi, atau Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota sebagai solusi terhadap permasalahan dan kebutuhan hukum masyarakat”.

Berikut ini adalah catatan saya tentang kekeliruan naskah akademik dan draft RUU HIP:

1. Pidato Soekarno tanggal 1 Juni 1945 diklaim sebagai dasar penyusunan falsafah negara yang diterima secara aklamasi oleh Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK).

Klaim itu tidak benar. Sebagaimana catatan sejarah, pidato tanggal 1 Juni 1945 adalah usulan pribadi Soekarno, bukan ketetapan BPUPK. Soekarno sendiri menyatakannya di dalam transkrip pidatonya. Kata Soekarno, ‘Saudara-saudara! “Dasar Negara” telah saya usulkan lima bilangannya’.

Pada kalimat yang lain, Soekarno juga mengulangi lagi: ‘Prinsip-prinsip seperti yang saya usulkan kepada saudara-saudara ini, adalah prinsip untuk Indonesia Merdeka yang abadi’.

Dari catatan sejarah lahirnya Pancasila juga sangat jelas bahwa setelah Soekarno dan tokoh-tokoh pendiri bangsa lainnya menyampaikan usulan, BPUPK mengeluarkan keputusan pada tanggal 22 Juni 1945 yang melahirkan Piagam Jakarta dan seterusnya pada tanggal 18 Agustus 1945 Pancasila ditetapkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), yaitu Pancasila yang termaktub di dalam Preambule UUD 1945.

2. Bagian pidato Soekarno tentang Ketuhanan yang Berkebudayaan dipenggal secara serampangan untuk dijadikan rujukan oleh penulis naskah akademik. Pada halaman 4 naskah akademik tertulis: ‘Prinsip Indonesia Merdeka, dengan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa… bahwa prinsip kelima daripada negara kita ialah ke-Tuhanan yang berkebudayaan, ke-Tuhanan yang berbudi pekerti luhur, ke-Tuhanan yang hormat-menghormati satu sama lain’.

Pidato Soekarno tersebut masih ada sambungannya yang jika disatukan, maknanya akan berbeda. Soekarno pada ujung paragraf pidatonya menyampaikan; ‘Hatiku akan berpesta raya, jikalau saudara-saudara menyetujui bahwa Negara Indonesia Merdeka berazaskan Ketuhanan Yang Maha Esa’.

Perhatikan dengan seksama sambungan kalimat Soekarno itu. Soekarno menyebut dengan tegas bahwa Ketuhanan Yang Maha Esa adalah azas negara Indonesia merdeka.