Bundo Kanduang : Kato Pusako dalam Peran dan Fungsi Perempuan Minangkabau di Pilkada

Zaiful anwar

Oleh : Zaiful Anwar

Sangat menarik membaca tulisan dari Saudara M. Wahdini Purba yang berjudul “Bundo Kanduang” dalam Pilkada 2020 yang dimuat pada topsatu.com, member of singgalang, Senin 7 Desember 2020. Tentu saja tulisan ini menyentak kita sebagai orang Minangkabau yang menganut garis keturunan dari pihak ibu (Matrilinial) yang dari satu sisi kita boleh berbangga bahwa satu-satunya etnis dengan populasi terbesar di Nusantara ini yang tidak mengacu kepada garis keturunan Bapak (Patrilinial).

Salutnya kita kepada beliau, yang nota bene bukan orang Minangkabau, walaupun dari paparan beliau yang hanya sedikit diungkap bahwa silsilah keluarga marga Purba Tambak, marga beliau, berasal dari Pagarruyung dan mendirikan Kerajaan Dolok Silou sekitar abad ke-17. Tapi setidaknya, walaupun hanya secuil, fakta yang beliau ungkapkan, seuntai demi seuntai membuka tabir kebersangkutan beberapa suku di Nusantara dan di belahan Asia Tenggara lainnya ternyata mempunyai ikatan yang kental dengan etnis Minangkabau.

Kembali ke topik utama yang disampaikan oleh Saudara M. Wahdini Purba, dari rentetan peristiwa sejarah yang identik dengan masalah politik kepemimpinan di wilayah Minangkabau, memang terakhir kalinya kita membaca bahwa hanya nama Bundo Kanduang lah yang pernah menjadi pucuk pimpinan di Luhak Nan Tigo, daerah asli kekuasaan Kerajaan Pagaruyung disamping daerah lainnya yang identik dengan istilah rantau. Disatu sisi harus kita sadari, walaupun Bundo Kanduang mempunyai peran yang begitu sentral, namun di sisi lain ungkapan Luhak Ba Panghulu Rantau Ba Rajo tidak bisa kita pungkiri memang pada hakikatnya tetap mengkedepankan peranan kaum laki-laki memegang posisi jabatan itu bahkan sampai sekarang. Untuk jabatan Penghulu, tidak pernah tercatat dalam sejarah Minangkabau dipegang oleh kaum perempuan. Demikian pula halnya untuk daerah rantau yang Ba Rajo, sampai sekarang kita juga tidak pernah membaca atau diungkap dalam sejarah kalau hal itu pernah dipangku oleh kaum perempuan.

Kalaupun kita kemudian disodorkan fakta-fakta yang otentik tentang peranan kaum perempuan Minangkabau yang begitu fenomenal dalam sejarah dan bahkan sampai diakui oleh bangsa ini dengan menyematkan kehormatan sebagai Pahlawan Nasional kepada mereka, konteksnya juga tidaklah seagung dan sesakral peran dari Bundo Kanduang itu sendiri. Keberadaan tokoh-tokoh perempuan di Minangkabau setelah era Bundo Kanduang lebih identik dengan kepiawaian dan kejeniusan mereka pada bidang-bidang yang spesifik dan sifatnya lebih terkonsentrasi kepada hal-hal yang di luar konsep kepemimpinan dalam politik pemerintahan. Kita bisa ungkapkan fakta, yang mungkin saja tidak semua dibeberkan, seperti halnya Rohana Kudus yang lebih konsens kepada bidang pendidikan. Siti Manggopoh yang lebih identik dengan keberaniannya melawan penjajahan bangsa asing. Rahmah El Yunisiyah, lebih memfokuskan dirinya kepada bidang pendidikan.

Sangatlah tepat, apa yang diungkap oleh Saudara M. Wahdini Purba, merupakan kerinduan kita semua sebagai orang Minangkabau yang menginginkan “munculnya kembali sosok Bundo Kanduang” dalam peran sebagai tokoh pemimpin masyarakat, tokoh pemersatu, tokoh yang menjadi anutan tidak hanya oleh sesama perempuan tapi juga menjadi anutan oleh kaum laki-laki sebagaimana dulunya penghormatan yang diberikan kepada Bundo Kanduang. Namun kita juga harus menyadari bahwa penyematan panggilan Kato Pusako, Bundo Kanduang, tidaklah ringan. Hanya perempuan terpilihlah yang bisa manyandang gelar agung tersebut. Persyaratannya tidaklah mudah. Dikutip dari tulisan Yusrita Yanti, S.S.,M.Hum. Fakultas Ilmu Budaya Universitas Bung Hatta (2005), frasa “bundo kanduang” mengacu kepada sosok perempuan yang punya sifat dan kepribadian yang (1) memahami adat dan sopan santun,(2) mengutamakan budi pekerti, (3) memelihara harga diri, (4) mengerti agama, (5) memahami aturan agama, (6) memelihara dirinya dan masyarakatnya dari dosa.

Siapapun nanti perempuan Minangkabau yang berhasil menjadi pemimpin di Pilkada, dimanapun daerahnya, bagi kita tentunya yang terpenting mereka adalah perempuan yang bisa disematkan pada dirinya Kato Pusako, Bundo Kanduang. Semoga.