Opini  

Budaya Padi sebagai Kasur di Minangkabau

Areal pertanian

Minangkabau merupakan sebuah daerah etnis yang terletak di Indonesia. Beragam budaya yang ada di Minangkabau hingga saat ini yang masih eksis dan juga sudah mulai memudar bahkan hilang. Budaya menurut KBBI adalah akal budi/pikiran dari masyarakat. Maksudnya adalah pikiran yang berasal dari masyarakat sudah menjadi kebiasaan turun menurun dan memiliki keunikan tersendiri bagi masyarakat. Makanya di Minangkabau banyak budaya yang sudah mulai memudar hingga saat ini.
Minangkabau adalah salah satu daerah kebudayaan yang agraris. Karena masyarakat Minangkabau masih bergantung dengan sektor pertanian untuk menghidupi kebutuhan hidup. Banyak lahan pertanian di Minangkabau hingga saat ini yang masih eksis. Salah satu contoh hasil dari pertanian Minangkabau adalah beras, sawit, kelapa dan lainnya. Makanya berbagai macam aspek pertanian terus berkembang hingga saat ini di Minangkabau.

Menurut pandangan penulis, sektor pertanian di Minangkabau tidak akan terlepas dari budaya dari masyarakat Minangkabau. Contohnya saja adalah budaya padi yang terletak di bawah kasur di Minangkabau. Dahulu banyak orang yang menjadikan padi hasil dari padi yang ditanam di sawah dijadikan sebagai alas tidur di Minangkabau. Padi tersebut sebelum digiling mesin tentu disimpan dulu. Inilah yang menjadi alasan mengapa orang tua-tua dahulu di Minangkabau menyimpan padi dan dijadikan sebagai kasur di Minangkabau.

Tentu hal ini terjadi karena Minangkabau adalah daerah agraris, tetapi kebanyakan hasil dari pertanian Minangkabau adalah beras. Beras adalah makanan pokok bagi masyarakat Indonesia tidak terkecuali Minangkabau. Hal ini yang menjadi pemicu masyarakat untuk bertani menghasilkan padi. Disamping bisa menjadi makanan pokok, beras tersebut juga bisa makan. Tidak hanya untuk kebutuhan pokok, biasanya beras tersebut bisa dijual di pasaran untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari bagi masyarakat Minangkabau.

Maka dari itu penulis melihat banyak di rumah warga selain rangkiang sebagai tempat penyimpanan padi, tentu adalah di kasur. Hal ini yang sudah menjadi budaya yang sudah mengakar bagi masyarakat Minangkabau dahulu. Sekarang penulis sangat jarang melihat padi adalah sebagai kasur di Minangkabau. Padi tersebut yang menjadi sebagai alat untuk tidur, bukan hanya untuk dimakan saja. Tetapi disimpan dahulu sebelum digiling ke tempat penggilingan, karena semakin banyaknya hasil pertanian masyarakat Minangkabau dahulu.

Sekarang yang menjadi permasalahan adalah hal itu sudah mulai memudar bahkan menghilang. Alasan yang pertama adalah semakin berkurangnya lahan pertanian yang ada di Minangkabau. Lahan petani padi semakin sempit karena bisa saja dialihkan untuk hasil lain untuk memenuhi kebutuhan hidup misalnya dengan menanam pepaya, jagung, cabe dan lainnya. Pemerintah juga bisa menjadi penyebab lahan pertanian semakin sempit, dengan pembuatan gedung, rumah dan jalan untuk kemajuan di bidang lainnya. Alasan yang kedua adalah banyak masyarakat sekarang sudah mulai nyaman dengan industri dari kapas dan menggunakan kasur yang berasal dari kapas tersebut.

Kedua hal diatas yang menjadi pemicu bahwa budaya padi di bawah kasur di Minangkabau sudah mulai memudar. Karena pengaruh perkembangan zaman dan juga teknologi yang semakin berkembang pesat hingga saat ini. Perkembangan teknologi yang sangat berpengaruh terhadap lunturnya budaya-budaya yang bahkan sekarang masyarakat Minangkabau sendiri sudah tidak mengetahui. Penulis masih ingat ketika kecil bahwa penulis pernah tidur dengan padi sebagai kasur. Sekarang hal seperti ini sudah mulai menghilang.

Untuk itu, kita sebagai masyarakat Minangkabau tentu harus mengetahui bahwa ada juga fungsi padi selain untuk dimakan dan juga untuk perekonomian. Pergeseran nilai-nilai budaya seperti ini yang seharusnya tidak boleh terjadi dan harus dilestarikan. Karena dengan keunikan yang ada di Minangkabau tersebut. Tentu budaya seperti ini adalah ciri khas dari masyarakat Minangkabau saat ini. Bukan hanya sebagai tinggal kenangan saja. Karena yang melestarikan budaya kita itu adalah kita sendiri bukan orang lain.

Penulis Adalah Abdul Jamil Al Rasyid Lahir di Padang Pariaman, Mahasiswa Jurusan Sastra Minangkabau Universitas Andalas, Anggota Lembaga Mahasiswa Jurusan(Lmj) Sastra Minangkabau