Atasi Ketergantungan Gadget Pada Anak

 

PAYAKUMBUH-Pemerintah Kota Payakumbuh bekerjasama dengan Maktab Center menggelar seminar terkait mengatasi kecanduan gadget pada anak.

Seminar itu dibuka Walikota Payakumbuh diwakili Asisten III Amriul Dt. Karayiang serta didampingi Kabag Kesra Irwan Suwandi, dan Narasumber Psikolog Klinis, Halfizh.

Asisten III Amriul Dt. Karayiang, kepada wartawan, Senin (21/3), mengatakan, orang tua adalah contoh bagi anaknya. Kalau orang tua sering memegang gadget di depan anak, pasti akan ditiru oleh anak.

“Sebagai orang tua harus jadi role model. Kalau anak tidak diperbolehkan main gadget, ya jangan di depan anak kita main gadget. Anak jadi melihat kebiasaan orang tuanya main gadget, jadi anak juga akan ikut,” ujarnya.

Untuk itu, baiknya orang tua juga membuat peraturan yang bisa ditaati bersama. Misalnya, pada ruang tertentu dilarang untuk bermain gadget.

“Misalnya di ruang makan, di ruang tidur dan saat berkumpul keluarga harus tidak ada gadget. Diluar itu mungkin boleh ada. Apalagi disaat pandemi Covid-19, anak-anak kita belajar secara daring. Tetapi cukup diberikan saat belajar saja, jangan sampai tidak diawasi. Makin lama, pelan-pelan menguranginya. Tidak bisa langsung secara instan untuk melarang anak yang sudah terlanjur kecanduan gadget,” tambahnya.

Sementara itu, Psikolog Klinis Halfizh, mengatakan, orang tua harus menjadi teman baik untuk anak. Karena anak butuh didengarkan, butuh diawasi dan butuh dimengerti.

Membangun kedekatan dengan anak adalah gerbang awal menuntun anak kepada keberhasilan. Jadilah seseorang yang nyaman bagi anak-anak kita. Faktanya saat ini adalah tali kasih anak dengan orang tua mulai lapuk, karena orang tua tidak memiliki kedekatan dengan anak.

“Pada saat ini lebih dari 50 persen orang tua tidak dekat dengan anaknya, apalagi diusia memasuki masa puberitasnya,” ucapnya.

Dikatakan, hal ini akan menjadi berbahaya ketika anak lebih dekat dengan orang lain, bahkan lebih mempercayai dan mencari informasi di gadget. Dimana informasi di gadget dapat diakses tanpa adanya penyaringan. Terlebih lagi ketika intensitas pertemuan orang tua dengan anak tidak lagi berkualitas.

“Saat ini faktanya adalah pertemuan 24 jam para ibu-ibu yang tidak bekerja dengan anaknya tidak berkualitas. Karena ibu-ibu saat ini memiliki tingkat stres yang tinggi, dengan segala macam konflik kehidupan yang ada. Ibu dan anak sibuk dengan kegiatan dan urusan masing-masing. Ini yang dimaksud dengan pertemuan yang tidak berkualitas. Pertemuan 24 jam tetapi tidak melakukan kegiatan bersama,” katanya.