Usang, Masih Layakkah Stadion Agus Salim Gelar Liga Indonesia?

Shadiq Octaryan Andhevin, Mahasiswa Departemen Ilmu Komunikasi FISIP Unand

Oleh : Shadiq Octaryan Andhevin, Mahasiswa Departemen Ilmu Komunikasi FISIP Unand

Gelanggang Olahraga (GOR) Haji Agus Salim Padang menjadi salah satu stadion kebanggaan masyarakat Sumatera Barat. Tempat ini menjadi sarana favorit warga untuk berolahraga. Setiap hari GOR Haji Agus Salim tak pernah sepi dari aktivitas warga. Sarana prasarana olahraganya lengkap, seperti lapangan sepakbola, lapangan basket, lapangan volli, lintasan atletik, kolam renang dan lainnya.

Warga dapat memanfaatkan fasilitas olahraga tersebut dengan ketentuan yang ditetapkan. Sedangkan kolam renang yang ingin memanfaatkannya dikenakan tiket masuk. Begitu pula stadion, dapat digunakan masyarakat.

Lokasi GOR Haji Agus Salim sangat strategis, berada di pusat Kota Padang, sehingga mudah dijangkau oleh masyarakat yang tinggal di berbagai sudut kota. Selain GOR Haji Agus Salim (GHAS), Sumatera Barat juga memiliki gelanggang olahraga lainnya, yaitu Stadion Utama Sumatera Barat yang berada di Kabupaten Padang Pariaman.

Saat ini, stadion Haji Agus Salim menjadi kandang atau rumah dari klub sepakbola kebanggaan urang awak Semen Padang. Klub yang memiliki julukan “kabau sirah” itu, kini sedang mengarungi jalannya pertandingan Liga 2. Klasemen sementara, Padang berada di posisi kedua di bawah Persiraja setelah takluk oleh Persiraja 1-0 pada laga 21 Oktober lalu. Semen Padang memiliki target untuk dapat kembali ke tahta tertinggi sepakbola di Indonesia, yaitu Liga 1. Namun, perjalanan Semen Padang masih panjang dan harus berbenah, salah satunya adalah kualitas stadion yang menjadi kandang mereka.

Stadion Haji Agus Salim dibangun pada tahun 1983 oleh Pemerintah Daerah Sumatera Barat semasa kepemimpinan Gubernur Ir. H. Azwar Anas. Pembangunan stadion ini dimulai pada tahun 1983, yang terdiri dari lapangan sepak bola, tribun barat (tertutup) dan tribun selatan. Pada saat itu, stadion Haji Agus Salim dibangun sebagai venue untuk pelaksanaan Musabawah Tilawatil Quran (MTQ) ke-13 tahun 1983. Usai MTQ Nasional, pembangunan stadion dilanjutkan yaitu membangun tribun utara dan tribun yang selesai dikerjakan tahun 1985. Setelah pelaksanaan MTQ ke-13, stadion Haji Agus Salim sering digunakan untuk berbagai iven sepakbola, seperti Kejuaraan Sepakbola Danone, Liga Top Skor, dan iven lainnya.

Stadion Haji Agus Salim awalnya direncanakan mampu menampung 25.000 penonton dengan tribun yang didominasi tanpa atap (terbuka). Namun hingga saat ini stadion tersebut hanya memiliki kapasitas sebanyak 10.000 penonton. Renovasi stadion pernah dilakukan pada tahun 2010 setelah gempa bumi mengguncang Kota Padang pada tanggal 30 September 2009. Gempa bumi tersebut menyebabkan kerusakan yang cukup signifikan pada stadion, terutama pada fasilitas pendukung pertandingan, seperti pencahayaan, ruang ganti pemain, dan lapangan.

Tahun ini, sebanyak 22 stadion di tanah air bakal direnovasi oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Namun stadion Haji Agus Salim tidak masuk dalam daftar akan diperbaiki tersebut. Padahal banyak item yang harus diperbaiki untuk meningkatkan kapasitas stadion agar memenuhi standar FIFA. Misalnya penggantian rumput lapangan dengan rumput berstandar FIFA, penambahan single sheet pada atap tribun, dan peningkatan kapasitas stadion.

Menurut regulasi Liga 1 2023/2024, terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi sebuah stadion bagi klub yang berada di Liga 1 Indonesia. Yaitu seperti kapasitas stadion mampu menampung minimal 10.000 penonton, lapangan dengan ukuran 105 meter x 68 meter, rumput berstandar FIFA, tribun tertutup minimal 70 persen kapasitas stadion, fasilitas pendukung pertandingan seperti ruang ganti pemain, ruang ganti wasit, ruang medis, serta fasilitas pendukung penonton seperti musholla, toilet, dan tempat parkir. Dari beberapa syarat dan regulasi tersebut, stadion Haji Agus Salim tidak cukup baik menjadi salah satu stadion yang layak untuk klub sepakbola yang berada di Liga 1.

Stadion Haji Agus Salim memiliki arsitektur stadion yang masih kuno dan bisa dibilang ketinggalan zaman. Stadion ini tertinggal jauh oleh stadion-stadion lainnya yang berada di pulau Jawa yang sudah modern. Stadion Haji Agus Salim bisa dibilang tidak layak dalam pelayanan dan keramahan bagi pengunjung yang datang ke stadion ini. Dimulai dari toilet penonton yang kotor dan tidak terawat serta tidak ada air bersih yang mengalir. Lorong bagi pemain untuk menuju ruang ganti memiliki penerangan yang juga minim, dan masih banyak lagi kekurangan lainnya.

Jika melihat stadion provinsi tetangga yaitu Stadion Utama Riau, sungguh iri melihatnya. Stadion yang berada di Kecamatan Tampan, Kota Pekanbaru, memiliki fasilitas pendukung yang jauh lebih baik daripada stadion Haji Agus Salim. Dimulai dari tempat duduk penonton single seat, ruang ganti pemain yang terdapat tempat duduk, kamar mandi dan pendingin ruangan, serta ruang ganti wasit yang dilengkapi internet dan fasilitas penunjang lainnya.

Stadion Utama Riau juga memiliki ruang dopping kontrol yang dilengkapi alat kontrol dopping dan ruang istirahat bagi para atlet. Selain itu, Stadion Utama Riau memiliki pencahayaan yang telah berstandar FIFA. Stadion ini memiliki lampu yang menerangi lapangan dengan intensitas cahaya 1.200 lux. Serta dilengkapi dengan sirine stadion yang berfungsi sebagai tanda pertandingan dimulai, pertandingan berakhir, ataupun sebagai pertanda keadaan darurat. Stadion Agus Salim.