UBAH LAKU; Negatif Saja Saya Takut, Apalagi positif

Yosrizal, wartawan Harian Singgalang saat menjalani tes swab. Ist

 Sebenarnya, kami bertiga. Ada Budi, Sekretaris Pribadi (Sespri) Wakil Gubernur, Nasrul Abit. Sekitar pukul 13.40 WIB, kami bercerita banyak. Posisi saya dan Rido memang tidak terlalu jauh, karena kami hanya bertiga, jadi cukup lapang duduk di Lapau.

 Waktu itu, saya tetap pakai masker, kadang melorot ke dagu. Jarak tak sampai satu meter. Sebenarnya, angka terinfeksi Covid-19 saat itu sedang melandai. Karena Sumbar baru saja menjalani Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Jadi yang positif setiap hari tidak lebih dari 10 orang perharinya. Jika tidak empat, naik tujuh orang, kemudian turun lai empat orang. Hanya sebanyak itu dinyatakan terinfeksi. Sekarang sudah dua ratusan per hari.

Jujur, mungkin saat itu saya salah satu yang abai dengan protokol kesehatan. New Normal (kenormalan baru) diumumkan Presiden Joko Widodo. Semua beraktivitas seperti biasa. Kami sudah liputan, seperti biasa. Meski tak banyak wawancara langsung dengan narasumber, tapi kami sudah banyak interaksi di lapangan.

Tanggal 31 Juli 2020, Hari Raya Idul Adha juga bertepatan hari Jumat, pagi-pagi saya meriang. Badan tidak enak. Saya ragu untuk ikut shalat Idul Adha. Karena Masjid dekat dari rumah saya paksakan. Saat ini saya belum dapat informasi Rido positif corona.

Esoknya Sabtu, 1 Agustus 2020, badan makin tak enak. Panas makin terasa, badan lelah. Saya hanya mencoba meredakan dengan obat turun panas, yang ada distok di kotak obat.

Hari berikutnya juga makin tidak nyaman. Karena sejumlah gejala Covid-19 saya rasakan, tapi saya masih berpikir kalau kena, terpapar dari mana. Karena saya aktifitas hanya dari rumah dan Kantor Gubernur Sumbar, tempat posko liputan saya.