Opini  

Saat si Sakit Tak Lagi Merasa Sulit, Tertolong dengan Gotong Royong

Ilustrasi. (dok.topsatu)

Oleh Melda Riani

Tak ada yang lebih bernilai daripada dilapangkan saat sulit dan dibantu saat sakit. Kala tubuh tak berdaya, dana tak ada, keluarga pun tak bisa melakukan apa-apa. Namun, sebenarnya selalu masih ada cara jika saja masyarakat di sekeliling tidak abai terhadap semua persoalan yang terjadi di sekitar mereka.

Itu yang terjadi di RW 013 Kelurahan Balai Gadang Kecamatan Koto Tangah Kota Padang saat beberapa waktu terakhir ada dua warganya yang kesulitan dalam pengobatan penyakit serius. Pertengahan bulan Agustus 2022 lalu, seorang warga difasilitasi Ketua RW setempat, Antoni Putra, dibawa ke IGD sebuah rumah sakit swasta di Kota Padang karena penyakitnya yang semakin parah. Warga tersebut, An (62), mengidap komplikasi paru-paru dan diabetes melitus.

Sebelum dibawa ke IGD, An sudah merasakan kondisi kesehatannya yang terus menurun dalam beberapa bulan terakhir. Sesekali, ayah empat anak itu berobat lewat jalur umum dan kadang pengobatan alternatif. Apa daya, ia tak bisa mendapatkan pengobatan rutin karena iuran BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) yang telah menunggak lebih dari satu tahun. Jumlah tunggakannya mencapai Rp1,6 juta lebih. Sayangnya, iapun tak bisa melunasi tunggakan karena usahanya terdampak sejak pandemi covid-19.

Sementara, penyakit yang tak diobati dengan baik terus menggerogoti tubuhnya hingga berat badannya turun drastis. Kuyu, lemah dan semakin tak berdaya. Beberapa tahun terakhir, ia memang mengidap penyakit diabetes. Selama itu, ia lebih mengandalkan untuk mengonsumsi berbagai ramuan tradisional. Namun, berbeda dengan biasa, dalam tiga bulan belakangan, tak hanya berat badan yang terus menyusut, tapi juga daya dan kekuatan tubuh yang melemah. “Berjalan 10 meter saja, bisa dua kali berhenti,” katanya kepada topsatu.com, Senin (29/8).

Kondisi kesehatannya yang terus menurun itu mengundang keprihatinan Ketua RW setempat, Antoni Putra. Saat mengetahui kendalanya ada pada iuran BPJS yang sudah menunggak sekian lama, Antoni pun berinisiatif untuk menggalang dana dari warga lainnya demi membantu agar warganya yang sakit itu cepat ditangani secara medis. Sembari itu, iuran BPJS yang selama ini dibayar secara mandiri sedang diurus untuk diubah menjadi BPJS gratis alias Penerima Bantuan Iuran (PBI) karena kondisi keuangan An yang tak memungkinkan.

“Kita sangat terenyuh melihat kondisi kesehatan beliau. Karena, seharusnya sudah dirawat di rumah sakit tapi karena BPJSnya menunggak, hal tersebut tidak bisa dilakukan. Untuk meringankan beban beliau itu, kita coba mengajak warga menyisihkan sedikit rezeki sesuai kemampuan walaupun kehidupan juga sedang sulit. Kita berharap setelah ini beliau masuk dalam program BPJS gratis sehingga tidak lagi memikirkan iuran per bulan,” katanya belum lama ini.

Saat ini, An sudah mendapat penanganan medis yang memadai. Empat hari dirawat, ia telah kembali pulang dan berkumpul dengan keluarganya. Ia mengaku harus menjalani rawat jalan rutin selama sekurangnya enam bulan. Baru pada perawatan kemarin ia mengetahui ternyata ada infeksi di paru-parunya. Kalau saja tak segera diperiksa dan mendapat penanganan medis yang tepat, entah seberapa lama lagi ia menahan sakit.

“Saya sangka cuma sakit gula seperti selama ini. Pantas saja daya tubuh semakin berkurang, sesak nafas dan tak kuat berjalan jauh,” katanya.

Tak hanya An sebenarnya, dalam rentang waktu tak begitu lama sebelum An dibawa ke IGD, seorang warga lainnya juga difasilitasi untuk segera dioperasi miom. Beda dengan An, warga tersebut, sebut saja bernama Putri (44), sebenarnya sudah terdaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan aktif. Hanya saja, uang untuk operasional bolak-balik ke rumah sakit tak dimiliki. Meski dana pengobatan sudah ditanggung BPJS Kesehatan, tapi dana untuk keluarga pendamping dan lain-lain tak sedikit pula dibutuhkan. Ibu rumah tangga itu nyaris putus asa. Ia menunggu uang terkumpul meski harus menahan sakit karena miomnya yang harus segera diangkat. Penyakitnya membuat ibu tiga anak itu banyak kehilangan darah segar setiap kali datang bulan hingga menyebabkan sakit yang tak terkira.

Dengan jalan keluar yang sama, yaitu Ketua RW menggalang dana warga yang peduli, Putri bisa segera dibawa ke rumah sakit untuk mendapat tindakan. Saat ini, Putri sudah dalam masa pemulihan. Prinsipnya, dengan gotong-royong, tak ada yang tak bisa dilakukan. Termasuk dalam membantu warga yang sakit. Jangan sampai ada warga yang sakit tapi tak diobati.

Konsep gotong-royong yang dilakukan Anton sebenarnya sama dengan konsep gotong royong pada penyelenggaraan JKN-KIS (Jaminan Kesehatan Nasional Kartu Indonesia Sehat) yang dilakukan pemerintah. Seperti diungkapkan Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ghufron Mukti saat webinar keislaman dengan tema ‘BPJS dalam Tinjauan Hukum , Ekonomi dan Maqasid Syariah’, Sabtu (12/03/2022), bahwa penyelenggaraan program JKN-KIS sudah sesuai dengan konsep syariah yaitu ta’awun yang berarti gotong-royong. Artinya, setiap peserta JKN-KIS saling tolong menolong untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik sesuai dengan haknya sebagai warga negara.

Tak hanya konsep gotong royong, bagi yang memiliki tunggakan pun, BPJS saat ini sudah memberi keringanan dengan layanan program Rencana Pembayaran Iuran Bertahap (REHAB) yang mulai diimplementasikan tahun ini. REHAB merupakan program yang memberikan keringanan dan kemudahan bagi peserta segmen pekerja bukan penerima upah (PBPU) dan peserta bukan pekerja (BP) yang memiliki tunggakan iuran untuk dapat melakukan pembayaran secara bertahap atau mencicil. Caranya, dilansir dari situs resmi BPJS Kesehatan, daftar melalui aplikasi Mobile JKN, kemudian pilih menu ‘Rencana Pembayaran Bertahap’ dan ikuti arahan yang tertera, atau melalui Care Center 165.

Program JKN-KIS seperti roda kebaikan. Tak cukup di program itu saja, hal yang sama bisa dilakukan di sekitar kita. Empati dan kepekaan terhadap sesama, maka roda kebaikan itu akan terus berputar dan bermanfaat. (*)