KPU Sumbar Nilai Permohonan Pemohon Tidak Jelas

Sudi Prayitno selaku kuasa hukum Komisi Pemilihan Umum memberikan keterangan dalam Sidang lanjutan Perselisihan Hasil Pemilihan Kepala Daerah untuk Provinsi Sumatera Barat, Senin (1/2) di Ruang Sidang MK.

JAKARTA – Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Sumatera Barat (Termohon) membantah seluruh dalil yang dikemukakan oleh Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Nomor Urut 1 Mulyadi – Ali Mukhni (Pemohon Perkara Nomor 129/PHP.GUB-XIX/2021) dan Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Nomor Urut 2 Nasrul Abit-Indra Catri (Pemohon Perkara Nomor 128/PHP.GUB-XIX/2021).

Hal ini disampaikan oleh Sudi Prayitno selaku kuasa hukum Termohon dalam sidang kedua yang digelar pada Senin (1/2/2021) di Ruang Sidang Pleno MK. Sidang Panel I yang dipimpin oleh Ketua MK Anwar Usman dengan didampingi oleh Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih dan Wahiduddin Adams digelar dengan agenda mendengarkan jawaban Termohon, Pihak Terkait, dan Bawaslu.

Di awal penyampaiannya, Sudi membantah dalil yang disampaikan oleh Pasangan Calon Nomor Urut 1 Mulyadi – Ali Mukhni. Termohon menilai permohonan Pemohon tidak jelas terutama mengenai pokok tuntutan yang diinginkan oleh pemohon. Tak hanya itu, Pemohon juga tidak menguraikan dalil-dalil yang menjadi dasar permohonan karena tuntutan permohonan tidak pernah meminta kepada Mahkamah Konstitusi untuk menetapkan hasil penghitungan suara yang benar menurut Pemohon.

Selain itu, tuntutan Pemohon untuk melakukan pemungutan suara ulang di seluruh TPS dalam pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatra Barat Tahun 2020 tidak didukung dengan alasan-alasan yang menjadi dasar dapat dilakukannya pemungutan suara ulang di TPS sebagaimana ditentukan Pasal 111 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 beserta perubahannya.

“Selama pelaksanaan pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sumbar Tahun 2020 mulai dari tahapan persiapan sampai tahapan penyelenggaraan tidak satupun pelaksanaan pemilihan baik penyelenggaraan kode etik pemilihan, penyelenggaraan administrasi pemilihan, sengketa pemilihan maupun tidak pidana pemilihan yang berimplikasi terhadap perbedaan perolehan suara masing-masing pasangan calon yang secara signifikan mempengaruhi penetapan pasangan calon terpilih dalam pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Barat Tahun 2020,” jelas Sudi.

Selanjutnya, terkait dalil mengenai penetapan status Pemohon sebagai tersangka yang terkesan terburu-buru dan dipaksakan oleh Bawaslu Republik Indonesia (Bawaslu RI), sehingga mempengaruhi preferensi pemilih dalam menggunakan hak pilihnya dan mengakibatkan pemilih tidak menggunakan hak pilihnya atau paling tidak mengalihkan pilihannya kepada paslon lainnya adalah tidak benar dan beralasan menurut hukum. Hal itu dikarenakan proses penanganan tindak pidana pemilihan dilakukan lebih cepat dibandingkan tindak pidana biasa dan telah sesuai dengan Pasal 135 ayat (2) dan Pasal 146 ayat (3) UU Nomor 1 Tahun 2015.

Selain itu, Termohon juga menyebut elektabilitas pasangan calon dalam pemilihan kepala daerah tidak dipengaruhi oleh status tersangka yang dimiliki oleh seorang calon. Hal ini karena fakta yang terjadi di Sumatra Barat, ada seorang calon dalam pemilihan bupati dan wakil bupati Pesisir Selatan Tahun 2020 yang berstatus sebagai terdakwa, justru memiliki elektabilitas lebih tinggi dibandingkan calon lain dan ditetapkan oleh KPU Kabupaten Pesisir Selatan sebagai paslon dengan perolehan suara terbanyak. Bahkan, ada calon dalam pemilihan Bupati Dan Wakil Bupati Kabupaten Solok Tahun 2015 yang berstatus terpidana dan KPU Kabupaten Solok ditetapkan sebagai calon peraih suara terbanyak.

Kemudian, sambung Sudi, mengenai pemberitaan media yang menurut Pemohon telah merugikannya, seharusnya disikapi oleh Pemohon dengan menggunakan hak jawab yang diatur dalam UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Peraturan tersebut mengatur hak jawab untuk memberikan tanggapan atau sanggahan pemberitaan tersebut berupa fakta yang telah merugikan nama baiknya atau menempuh upaya lain yang disediakan oleh peraturan perundang-undangan.

Sehingga, dalam petitumnya, KPU Provinsi Sumatera Barat meminta kepada MK untuk mengabulkan seluruh eksepsi. Kemudian Termohon juga meminta seluruh permohonan pemohon terkait pokok perkara ditolak serta menyatakan benar dan berlaku keputusan KPU Sumatera Barat Tahun 2020.

Bukan Kewenangan KPU

Hal serupa juga didalilkan oleh KPU Provinsi Sumatra Barat menanggapi perkara Nomor 128/PHP.GUB-XIX/2020 yang diajukan oleh Nasrul Abit-Indra Catri. Dalam sidang yang sama, Termohon menyampaikan dalil yang disampaikan oleh pemohon senyatanya hanya merupakan pelanggaran pemilihan khususnya pelanggaran administrasi pemilihan dan tindak pidana pemilihan terkait pelanggaran sumbangan dana kampanye, ketidakwenangan tim pemeriksa kesehatan, proses pemungutan dan penghitungan suara serta proses rekapitulasi hasil penghitungan suara pada tingkat provinsi yang sepenuhnya menjadi kewenangan bawaslu untuk menanganinya.

Selama pelaksanaan pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatra Barat Tahun 2020, Termohon menyatakan bahwa tidak ada dugaan pemilihan baik pelanggaran kode etik penyelenggara pemilihan, pelanggaran administrasi pemilihan, sengketa maupun tindak pidana pemilihan yang berimplikasi terhadap perolehan masing-masing calon. Selain itu, Sudi mengatakan, tidak terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh Paslon Nomor Urut 4 Mayeldi-Audy Joinaldy (Pihak Terkait). (*)