IKN Sejarah dan Peradaban Baru

Khairul Jasmi

Ketua Forum Pemred dan jajaran foto bersama Sekretaris Otorita IKN.

Sejumlah pekerja tampak sedang shalat di masjid, tak jauh dari tempat tinggal mereka, berupa bangunan bertingkat warna putih yang berderet-deret. Sementara itu, beberapa truk terlihat hilir mudik. Inilah lokasi inti Ibukota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur.

Lokasi itu baru siap 15 persen. Luasnya 6.671 hektare, bagian dari total areal yang 324,332 hektare. Semua terbagi 4 zona. Urban, kawasan inti, hutan kota dan peraian.
Tahun depan, HUT RI diharapkan bisa dilaksanakan di sana. Bahkan sebagian ASN telah pindah ke IKN. Jumlah “penduduk” nya pada 2024 tersebut dirancang 488 ribu. Kelak ketika IKN selesai pada 2045, jumlah penghuninya, 2 juta jiwa.

Sekretaris Otorita IKN, DR Achmad Jaka Santos Adiwijaya dalam pertemuan dengan anggota Forum Pemred di Jakarta, Kamis (6/7), menyebutkan, saat ini di sana, sedang bekerja 2000 orang dan sebentar lagi akan naik jadi 4.000 orang. Deputi Bidang Pendaan Investasi IKN Agung Wicaksono menambahkan, peningkatakan aktivitas kerja di inti IKN, memang terus terlihat.
“Jalan Sumbu Nusantara telah dibangun, seperti juga sumber air.
” Air, itu yang terpenting, ” kata dia.
Sementara itu, Deputi Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam IKN, Dr. Myrna Asnawati Safitri, membeberkan soal kehati-hatian menangani masalah penduduk tempatan, sehingga tidak ada saling klaim.
IKN adalah impian, sekarang baru dimulai. Yang sudah siap bukletnya: Nusantara Indonesia’s Smart abd Sustainable Forest City.

Peradaban Baru

Sejarah baru, selalu ada. Peradaban baru, memerlukan kesepakatan bersama dari para pendukung kebudayaan yang akan jadi penyanggah peradaban baru itu. Suku-suku Kalimantan, terutama.
Hari ini, Indonesia belum selesai membangun peradabannya. Yang sudah, antara lain, peradaban beton yang dimulai sejak 1910 tatkala hadir pabrik semen pertama di Padang, menyusul peradaban kayu. Sampai hari ini, kecuali di kota yang sudah tertata, peradaban rumah rakyat dibangun sepanjang jalan, menghadap ke jalan. Didahului peradaban sungai, dengan rumah berderet sepanjang sungai dan membelakanginya. Demikian juga danau dan laut. Dalam konteks IKN, maka kota masa depan itu, mesti dibangun dengan tangan sendiri, pasir, batu, besi dan semen negeri sendiri. Jangan asing. Cukup mandor saja. Dan, pasti modern.

Dan, IKN berjanji akan membangun peradaban baru. Ini bisa terjadi, karena kebiasaan rakyat di Indonesia, meniru. Hal terbaik dalam tiru-meniru itu, ada di pasar, hampir semua barang sudah ditempeli harga, menyingkirkan kebiasaan tawar-menawar.

Peradaban baru dengan nama amat tua: Nusantara. Ini, lekat dalam kepala semua anak bangsa. Anak saya viral karya sastranya karena sebelum nama Nusantara untuk IKN, dia sudah mengusulkan nama itu. Sama viralnya ketika ia berkirim doa untuk anak Ridwan Kamil yang hanyut di sungai dingin di Swiss.

Sejauh itu, rakyat Indonesia dibiarkan tahu tentang IKN dengan caranya sendiri, sebab mungkin lebih gencar promosi ke luar negeri ketimbang ke dalam. Meski demikian, ternyata investor yang berminat justru dari dalam. Setidaknya sudah enam, antara laun membangun rumah sakit dan hotel.

Tentu saja IKN bukanlah Jakarta, yang orang Betawi nyaris tidak tampak lagi. Semoga warna Kalimantan, pulau yang tabah itu, terlihat di IKN. Jika tidak, kesalahan terulang. Peradaban baru susah dibangun.

Giat di lapangan

Hari ini, sedang giat dibangun infrastruktur di sana. Di Pasir Penajam yang jika ke sana sekarang mesti lewat laut, biar cepat. Di bawah koordinator otorita, pembangunan itu dilaksanakan oleh PUPR. Jumlahnya mencapai 103 proyek konstruksi. Nilainya, Rp24 triliun dengan sumber APBN.