HASIL STUDI SETARA INSTITUT, Singkawang Kota Paling Toleransi, Padang Terendah Ketiga

 

JAKARTA-Hasil studi SETARA Institute terkait indeks kota toleran (IKT) mengungkapkan Kota Sikawang (Kalimantan Barat) adalah kota dengan skor toleransi tertinggi. Sedangkan dari 10 kota yang memiliki skor toleransi terendah, Kota Padang (Sumatera Barat) berada di peringkat ketiga dari bawah yaitu peringkat 92.

“Yang paling rendah adalah Kota Cilegon di urutan 94 dan Kota Depok di urutan 93. Kita melakukan studi di 94 kota se-Indonesia,” kata Halili Hasan, Direktur Eksekutif SETARA Institut dalam pers relisnya, Kamis (6/4/2023).

Selain Kota Padang, kota di Sumbar yang juga memiliki skor toleransi terendah adalah Kota Pariaman yang berada di peringkat 87. Khusus skor toleransi tertinggi, dari 10 kota, tak satupun dari Sumbar. Sedangkan skor toleransi terendah dari 10 kota, Sumbar ada dua, Padang dan Pariaman.

Dia menyebutkan studi ini ditujukan untuk mempromosikan pembangunan dan pembinaan ruang-ruang toleransi di kota yang dilakukan oleh pemerintah kota setempat dan/atau didukung serta berkolaborasi bersama elemen masyarakat secara umum.

Objek kajian IKT adalah 94 kota dari total 98 kota di seluruh Indonesia. 4 kota yang dieliminir merupakan kota-kota administrasi di DKI Jakarta yang digabungkan menjadi satu DKI Jakarta.

Studi ini menetapkan 4 variabel dengan 8 indikator sebagai alat ukur, yaitu:
A. Regulasi Pemerintah Kota.
Indikator, meliputi Rencana pembangunan dalam bentuk RPJMD dan produk hukum pendukung lainnya.
Indikator dan Ada tidaknya kebijakan diskriminatif.

B. Regulasi Sosial.

Indikator meliputi peristiwa intoleransi dan dinamika masyarakat sipil terkait isu toleransi.

Variabel ketiga (C) adalah Tindakan Pemerintah yang meliputi pernyataan pejabat kunci tentang isu toleransi dan tindakan nyata terkait isu toleransi. Sedangkan variabel keempat (D) Demografi Sosio- Keagamaan meliputi
heterogenitas keagamaan penduduk dan inklusi sosial keagamaan.

Kombinasi pembobotan tersebut menghasilkan persentase akhir pengukuran yaitu Rencana Pembangunan (10%), Kebijakan Diskriminatif (20%) Peristiwa Intoleransi (20%), Dinamika Masyarakat Sipil (10%), Pernyataan Publik Pemerintah Kota (10%), Tindakan Nyata Pemerintah Kota (15%), Heterogenitas agama (5%) dan Inklusi sosial keagamaan (10%).

Scoring dalam studi ini menggunakan skala hipotesis positif dengan rentang nilai 1-7, yang menggambarkan rentang gradatif dari kualitas buruk ke baik. Artinya, 1 merupakan score untuk situasi paling buruk pada masing-masing indikator, sedangkan 7 adalah score untuk situasi paling baik pada masing-masing indikator untuk mewujudkan kota toleran.