Padang  

Gubernur: “Pitih Sanang” Pajak PLTA Koto Panjang Kurang Bijak, Lukai Masyarakat Sumbar

Gubernur Irwan Prayitno

PADANG – Menyikapi persoalan adanya istilah “pitih sanang” dari pajak air permukaan (PAP) waduk Koto Panjang, Gubernur Sumbar Irwan Prayitno menyatakan, istilah tersebut dirasa kurang tepat dan kurang bijak dilontarkan, karena melukai hati rakyat Sumbar.

“Saya mengikuti dan selalu memonitor dinamika persoalan itu dan rasanya apa yang disampaikan oleh beberapa anggota DPRD Sumbar pantas didukung dan kami pemerintah provinsi Sumatera Barat telah meresponnya dan memprosesnya secara administratif ke pusat. Baik secara tertulis maupun upaya lainnya kita lakukan ke Kemendagri. Surat ke Kemendagri sudah kita proses dengan melampirkan semua dokumen pendukung sehingga PAP tidak hanya Riau yang mendapatkannya, tetapi juga kita Sumbar. Untuk itu kami harapkan masyarakat Sumbar baik di ranah dan dirantau, untuk sementara tenang dulu, percayakan saja kepada kami dan berikan kesempatan kepada kami bersama DPRD mengurusnya ke pemerintah pusat ” ujar Irwan Prayitno.

Seperti dikutip diberbagai media di Riau yang menyatakan, berakhir sudah masanya Sumbar makan uang senang dari pajak air permukaan (PAP) waduk Koto Panjang, membuat DPRD Sumbar tersentak dan tersinggung.

Marahnya anggota DPRD Sumbar yang dimulai dari pernyataan Nurnas di berbagai media yang kemudian dilanjutkan rapat di Komisi III yang dipimpin oleh Afrizal, menyimpulkan bahwa DPRD Sumbar sangat menyesalkan pernyataan tersebut berasal dari anggota DPRD Riau yang seakan-akan melupakan sejarah pembangunan PLTA Koto Panjang. Melupakan pengorbanan rakyat Sumbar atas tenggelamnya 11 Nagari di Kabupaten 50 Kota Sumbar. Bagaimana masyarakat Sumbar berjuang sampai ke Jepang untuk mendapatkan dana pembangunan waduk tersebut.

“Mungkin teman kita di DPRD Riau lupa, air yang mengalir itu asalnya dari mana. Ataukah perlu dilakukan seperti dulu, ada rencana warga50 Kota mengalihkan aliran air ke tempat lain. Kalau ini dilakukan, tentu PLTA waduk Koto Panjang tidak berfungsi. Padahal akibat waduk Koto Panjang ini, 50 Kota selalu kebanjiran setiap tahun,” ungkap Nurnas kepada awak media geram.

Selama ini tidak ada permasalahan soal jatah pembagian pajak antara Pemprov Sumbar dengan Provinsi Riau. Berapapun hasilnya dari PLN, selalu dibagi dua. Namun dengan adanya surat Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri tersebut, akhirnya memicu polemik, protes dari warga Sumatera Barat. Apalagi ditambah dengan pernyataan anggota DPRD Riau yang menyinggung perasaan masyarakat Sumatera Barat dengan istilah “pitih sanang” (uang senang).