Solok  

Geothermal Gunung Talang Dinilai Dapat Berdampingan dengan Pertanian Masyarakat

Jon Firman Pandu

Solok – Sebagian kecil masyarakat di kawasan kaki Gunung Talang masih khawatir bila proyek geothermal atau pembangkit listrik tenaga panas bumi berjalan. Masyarakat khawatir berjalannya proyek tersebut akan mengganggu lahan pertanian, bahkan masyarakat berpikir mereka akan dipindahkan dari tempat tinggal mereka saat ini.

Wakil Bupati Solok, Jon Firman Pandu, mengatakan sebenarnya proyek geothermal di Gunung Talang bisa terlaksana dan tidak mengganggu aktivitas pertanian masyarakat.

“Saya sudah studi banding ke daerah lain yang proyek geothermalnya berjalan. Geothermal bisa berdampingan dengan masyarakat. Petani fokus dengan pertaniannya, geothermal berjalan menghasilkan PAD (pendapatan asli daerah), memastikan energi dan menyerap tenaga kerja,” kata Jon saat dijumpai di Solok beberapa waktu lalu.

Jon mencontohkan kabupaten sebelah yakni Solok Selatan yang kini memiliki proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP). Dari proyek itu saja, Solsel bisa mendapatkan PAD senilai Rp 70 miliar. Sedangkan dari total PAD Kabupaten Solok, menurut Jon, capaiannya tidak meraih angka Rp 70 miliar.

“Solok Selatan, dari satu PLTP itu saja, PAD-nya 70 miliar. Sementara kita (Kabupaten Solok) sudah dikumpulkan semua, pajak, restoran, wisata, tidak sampai Rp 70 miliar,” ujar Jon.

Jon meminta masyarakat, khususnya di kenagarian yang akan terkena dampak proyek geothermal, agar tidak perlu takut dan terprovokasi pihak tertentu yang ingin proyek geothermal ini batal.

Dia mengatakan sangat disayangkan potensi energi panas bumi di Gunung Talang yang tidak semuanya dimiliki daerah lain tidak tergarap. “Kita harus sadar, tidak semua lo daerah punya potensi energi panas bumi. Kita di Solok punya. Kenapa tidak kita maksimalkan itu. Banyak nanti peluang kerja yang akan terserap, baik secara langsung maupun tidak langsung dari ekosistem pembangkit listrik ini,” kata Jon lagi.

Jon menambahkan Pemkab Solok sudah pernah mengajak para ninik mamak, tokoh masyarakat, tokoh muda di sekitar Gunung Talang melakukan studi banding ke daerah yang berhasil menjalankan proyek geothermal. Yakni ke Sumatra Utara dan Solok Selatan.

Usai studi banding itu menurut Jon, para tokoh dan ninik mamak di kawasan Gunung Talang setuju bahwa geothermal dapat berdampingan dengan kehidupan pertanian masyarakat.

Dia juga menyampaikan apresiasi tinggi atas upaya Pemerintah Pusat, dalam hal ini Kementerian ESDM, untuk tanpa lelah mengembangkan potensi panas bumi di Gunung Talang, dari awal hingga akhirnya bisa sukses menyelenggarakan proses tender di tahun 2016, yang menghasilkan komitmen investasi dari Hitay Energy untuk mengelola potensi 65MW di kabupaten berbukit tersebut.

Namun dia menyayangkan komunikasi awal saat pihak perusahaan yang akan menggarap geotermal di Gunung Talang tidak baik. Saat itu stakeholder dari Pemkab Solok, menurut Jon, sedikit bersikap arogan kepada masyarakat. Harusnya, kata dia, masyarakat di kawasan Gunung Talang diberikan persuasi dan pemahaman komprehensif tentang potensi energi panas bumi yang tidak akan merusak lingkungan sekitar.

Jon menyebut sebenarnya bila proyek geothermal di Gunung Talang berjalan, kawasan yang dibutuhkan perusahaan tidak lebih dari 2 hektare untuk menggali lobang. “Memang untuk membukanya agak luas. Tapi yang dibutuhkan untuk pembangkitnya itu kan hanya 2 hektare,” kata Jon.