Opini  

Galanggang Arang Jadi Sarana Pengingat WTBOS, Warisan Dunia yang Tak Boleh Hilang

Panggung Galanggang Arang di Stasiun (Pasar) Pitalah. (dila)

Oleh : Khairina Rahmadila, Alya Humaira

Warisan budaya adalah bagian dari budaya yang dihargai oleh masyarakat sebagai ciri khas bangsa tersebut di mata internasional. Oleh karena itu, konstitusi internasional telah sepakat untuk melindungi warisan budaya melalui Warisan Dunia. UNESCO dikenal dengan World Heritage Centre yang mencatat berbagai budaya dari seluruh dunia. Tambang batu bara di Ombilin, Kota Sawahlunto sebagai salah satu produsen batu bara terbaik di dunia setelah Eropa, merupakan salah satu yang dicatat oleh UNESCO .

Penambangan dimulai sejak Willem Hendrik de Greve, seorang ahli geologi asal Belanda yang menemukan cadangan batu bara di daerah tersebut pada tahun 1867. Sejak saat itu, eksplorasi tambang batu bara Ombilin Sawahlunto dimulai bersamaan dengan pembangunan infrastruktur antara tahun 1883 hingga 1894. Setelah de Greeve meninggal, eksplorasi tambang batubara di Sumatera Barat dilanjutkan oleh Jacobus Leonardus Cluysenaer dan Daniel David Veth pada tahun 1874. Laporan Veth yang berjudul “The Expedition to Central Sumatra” menjadi dasar untuk pembangunan jalur kereta api dari lokasi tambang menuju pelabuhan Emma Haven yang sekarang dikenal sebagai Teluk Bayur. Pada tahun 1894, jalur kereta api dari Sawahlunto ke pelabuhan Teluk Bayur sudah digunakan untuk mengangkut batu bara dan menjadi sarana transportasi. Tambang ini awalnya dikelola oleh pemerintah kolonial dan kemudian pengelolaannya beralih ke PT Bukit Asam Tbk.

Sejak berhenti beroperasi di tahun 2003, tambang batu bara Ombilin serta jalurnya hanya menjadi peninggalan bersejarah semata yang berhasil tercatat di UNESCO sejak 2019 lalu. Salah satunya jalur kereta api yang melintasi wilayah Pitalah setelah bertahun-tahun mengangkut penumpang dan batu bara dari Sawahlunto.

Pengembangan warisan tambang Ombilin telah dilakukan dengan baik melalui perawatan museum dan pembersihan berkala jalur kereta, namun masih dirasa kurang dan memiliki beberapa tantangan. Oleh karena itu, Kerapatan Adat Nagari (KAN) serta masyarakat Sawahlunto ikut serta merayakan acara Galanggang Arang guna memusyawarahkan pendapat dan gagasan dalam mendukung rencana aktivasi serta merawat daerah lingkungan Warisan Tambang Batubara Ombilin Sawahlunto (WTBOS) agar dapat memberikan manfaat bagi masyarakat setempat.

Terdapat kegiatan seminar, dialog warisan budaya, pameran foto, pemetaan, bazar kuliner, ekspedisi, penciptaan karya kreatif (berupa seni musik, film, rupa) dan gelaran forum pemangku kepentingan. Upaya untuk merespons penetapan tambang batu bara Ombilin sebagai warisan dunia segera dilakukan oleh Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kemendikbudristek. Aktivasi dilakukan dengan cara memperkuat ekosistem yang terkait dengan WTBOS.

Galanggang Arang diadakan di beberapa titik yang menjadi jalur laluan kereta api Sawahlunto-Teluk Bayur. Salah satu nya di Stasiun Pasar Pitalah yang diadakan pada 17-18 November 2023. Acara dimulai dengan pembukaan dan penyambutan di depan pasar Pitalah dan dilanjutkan esok harinya dengan rangkaian acara yang memperkenalkan ragam budaya setempat.


Dialog warisan budaya di Stasiun Pasar Pitalah. (ist)

“Orang Minang itu change and continuity, berubah tapi berlanjut. Secara objektif kita bisa melihat bahwa orang Minang itu cerdas, karena terlahir dari tingkat-tingkat kepandaian yang berbeda,” ujar Prof. Dr. Rer. Soz. Nusyirwan Effendi, seorang antropolog Universitas Andalas dalam dialog warisan budaya, Sabtu, 18 November 2023.

Dalam dialog yang berjudul “Penguatan Adat Salingka Nagari Dalam Era Globalisasi”, Prof. Dr. Rer. Soz. Nusyirwan Effendi dan A. Dt. Andomo, Wakil Ketua LKAAM Tanah Datar yang didapuk sebagai pembicara membahas berbagai hal tentang kebudayaan Minang, terutama di wilayah Pitalah-Bungo Tanjuang.

Dalam dialog budaya tersebut, Profesor Nusyirwan dan Dt. Andomo juga bicara tentang kebudayaan tidak ada yang lebih tinggi atau rendah, yang ada hanya berbeda variasi. Yang masih berbudi luhur dan yang tidak. Apakah kita sudah mewarisi budaya dengan baik kepada generasi penerus?

Pitalah dan Bungo Tanjung sejatinya merupakan nagari (wilayah) yang berbeda, namun memiliki kebudayaan yang dapat dikatakan serupa. Sehingga, acara Galanggang Arang yang diadakan di sana sekaligus menjadi pameran budaya dari dua nagari.