Desi Anwar: Segera Berimigrasi ke Digital!

“Zaman orde baru media-media masih disensor oleh Menteri Penerangan dan saat itu tidak ada pers yang sifatnya bebas. Siaran berita di Indonesia hanya semacam informasi kegiatan-kegiatan yang dilakukan pemerintah. Sedangkan yang sifatnya konflik dan masalah, itu adanya di program Dunia Dalam Berita,” katanya.

Pada awal tahun 1990-an, barulah lahir TV swasta pertama, yaitu RCTI yang menayangkan iklan untuk pertama kalinya di Indonesia dan ketika tidak ada namanya redaksi. RCTI didirikan ketika itu dengan tujuan bukan untuk memberikan informasi atau menciptakan iklim keterbukaan, tapi semata-mata untuk kepentingan bisnis.

“RCTI ketika itu tidak ada redaksi. Saya membuat namanya program Seputar Jakarta yang menayangkan kejadian seputar Jakarta. Ketika itu, kita tidak boleh menggunakan kata berita, karena berita hanya boleh disiarkan TVRI. Ini seolah-olah majalah yang sifatnya human interes yang isisnya tentang kehidupan sehari-hari di Jakarta,” ujarnya.

Setelah RCTI, barulah lahir berbagai televisi swasta lainnya seperti TPI, SCTV, Lativi, Indosiar dan lainnya, sehingga masyarakat Indonesia mulai dimanjakan oleh informasi dari televisi, dan bukan lagi dari majalah atau koran.

Bahkan ketika program Seputar Indonesia sangat populer, Seputar Indonesia menjadi siara berita sebenarnya yang akhirnya ditiru oleh TVRI, meskipun ketika itu kata berita belum bisa digunakan. Padahal secara informal, program-program Seputar Indonesia adalah program berita, tapi secara formal itu bukan program berita.

Menjelang krisis moneter, masyarakat Indonesia pun semakin haus terhadap informasi dan berita. Masing-masing televisi swasta pun mulai berkompetisi untuk mendapatkan share dan rating tertinggi, karena semakin tinggi ratingnya, maka semakin mahal harga tayang iklannya.

Kemudian ketika krisis moneter masuk ke Indonesia pada tahun 1997 dan reformasi bulan Mei 1998, sebenarnya semua ini sangat dipengaruhi dengan perjalanan televisi di Indonesia, sehingga membuat Indonesia menjadi negara yang sangat demokratis.

Hal itu bisa terjadi, karena masyarakat sudah terbiasa dengan berita, sehingga upaya untuk melarang pemberitaan seperti penembakan mahasiswa, penjarahan yang akhirnya bermuara pada reformasi dan unjuk rasa terus menerus dilakukan, membuat orde baru terpaksa berakhir, dan Presiden Soeharto mundur dari jabatannya juga disiarkan di seluruh televisi.

“Pada sekejap mata, reformasi di Indonesia kran demokrasi pun dibuka. Dengan demokrasi ini, pers berbas-bebas sebebasnya, dan di sinilah dimulai perjalanan pers yang terbuka dan demokratis di Indonesia. Kebebasan berkespresi dan kebebasan bersuara,” ujarnya.

Dengan adanya demokrasi, masyarakat Indonesia haus terhadap politik, karena politik di zaman era orde baru tidak ada, hanya satu partai yang berkuasa, yaitu Golkar. Sedangkan partai lain hanya sebagai penggembira. Awal demokrasi, semua orang pun ingin berpolitik, semua orang ingin mendapatkan informasi berita.

Kemudian, lahirlah Metro TV, yaitu TV berita pertama. TV ini dibangun untuk merespons keinginan masyarakat terhadap hal-hal yang sifatnya berita dan kebanyakan berita itu sifatnya politik. Bahkan lebih dari 70 persen, programnya berita.