Belanda Mau Tamatkan Indonesia, Untung Ada PDRI di Bukittinggi

BUKIT TINGGI.

Adanya Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Bukittinggi membuka kebohongan Belanda terhadap pemerintahan Republik Indonesia tentang kemerdekaan Indonesia. Sejarah PDRI menjadi bahagian penting dalam sejarah kemerdekaan karena dengan adanya PDRI pasca serangan Agresi militer Belanda ke seluruh wilayah RI tanggal 18 Desember 1949, menjadi jaminan Indonesia sebagai negara masih ada, meski dua pemimpinnya yaitu Soekarno Hatta ditangkap oleh kolonialis Belanda.

Setidaknya itulah kesimpulan pemikiran dua sejarawan nasional masing Dr. Anhar Gonggong dan Prof Dr. Gusti Asnan sebagai pembicara pada Seminar Hari Bela Negara Menolak Lupa, Bukittinggi Ibukota PDRI di istana Bung Hatta (18/12) ini.

Seminar yang berlangsung satu hari penuh itu dibuka oleh Gubernur Sumbar diwakili Kakankesbangpol Dr. Jefrinal Arifin yang bertindak selalu keynote speaker. Hadir juga acara yang dihadiri oleh 214 orang peserta itu Ketua Plt PWI Sumbar Suprapto dan Kadis Pendidikan Barlius.

Panitia seminar adalah Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kota Bukittinggi yang diketuai oleh H.Anasrul. Anasrul menugaskan Yusrizal sebagai ketua panitia pelaksana.

Anhar Gonggong mengatakan bahwa penjajah Belanda dalam beberapa perjanjian sebelumnya menjanjikan kemerdekaan Indonesia. “Dengan adanya PDRI maka terbuka kepada dunia kebohongan mereka ” katanya.

Disisi lain Anhar menyebutkan bahwa PDRI memperkuat sikap moral dan etika pemimpin yang tinggi. “Pemimpin dulu adalah terdidik yang tercerahkan, mereka telah mampu melepaskan dirinya dari kepentingan pribadi mereka jika mereka mau mereka bisa mendapatkan keuntungan pribadi tapi mereka memilih berjuang dan menderita lahir batin ” urai Anhar sembari mencontohkan Soekarno, Hatta dan Jenderal Sudirman.

Sejarawan yabg sering tampil di televisi nasional itu menyebutkan sikap kepemimpinan seperti itu sekarang tak ada lagi yang memiliki. “S aya berani berdebat dengan siapa pun tentang hal ini” tandasnya.

Sementara itu, Gusti Asnan yang tampil setelah sesi Isoma siang menguraikan ada kebijakan politik untuk mengkerdilkan PDRI disamping itu ada pula yang mencoba mengalihkan pusat PDRI ke daerah lain. ” Sudah ada pula seminar seminar untuk menjadi suatu kawasan di Aceh sebagai pusat PDRI, ini adalah ancaman terhadap eksistensi PDRI sebagai ibukota PDRI “katanya.

Karena itu Gusti mengajak semua pihak di Sumatera Barat terutama pemerintah, sejarawan san guru sejarah untuk mempedulikan sejarah PDRI agar jangan dipalsu palsukan.

Gusti menyebutkan buku buku yang menguraikan PDRI sudah banyak termasuk penulisan ilmiah oleh Mestika Zed yang sudah almarhum 2 tahun lalu. “Buku Some where in the jungle, PDRI Mata Rantai Sejarah Yang Terlupakan adalah rekonstruksi sejarah PDRI sebagai pemerintah mobiler” ujarnya.

Baik Gusti Asnan maupun Anhar Gonggong mengajak guru guru sejarah untuk mendalami sejarah PDRI dan membelajarkan nya kepada siswa dengan pendekatan moderen memanfaatkan IT.

“Mulai lah pembelajaran sejarah dengan pendekatan moderen dengan membuat video dan filem, menulis novel sejarah dengan memanfaatkan IT” katanya. (MK)