Museum Terbuka Istano Basa Pagaruyung dengan Kemegahan Nilai Matrilinieal

Arah belakang Istano Basa de ngan dapur menunjukan nilai matrilini. (yusnaldi)

BATUSANGKAR – Kebesaran demi kebesaran terungkap di Istano Basa Pagaruyung, seperti sebuah sumur yang tak habis-habis ditimba airnya.

Tiap sudut, segala ruang, semua bentuk dan rupa mengalir dalam rangkaian makna simbolik yang tak terbantahkan hingga sekarang.

Salahsatu yang bisa diungkap adalah kandungan nilai matrilini (matrilenial) menjadi kebesaran dan kemegahan Istano Basa, tersimpan dan lestari.

Seperti, ditulis Wisran Hadi, 1999, bahwa memasuki istano berarti melihat dan bersimpuh di hadapan seorang ibu dan perempuan.

Saat berkunjung dan menikmatinya sarana matrilini istano sebagai museum terbuka akan tersaji indah, dapat disentuh dan diabadikan dalam rekaman lensa.

Dimulai dari singgasana yang merupakan kedudukan bundo kanduang. Letaknya di lantai dasar sejajar dengan pintu masuk.

Di sana terpajang foto Raja Pagaruyung terakhir, yaitu Sultan Alam Bagagarsyah. Singgasana ini dilingkari dengan tirai terjuntai di sisi kanan, kiri, dan depan.

Mengutip Panduan Istano Basa Pagaruyung 2004, di sinilah bundo kanduang duduk sambil melihat-lihat siapa yang datang, atau belum datang apabila ada rapat dan mengatur segala sesuatu di atas rumah.

Kemudian, biliak-biliak dihuni oleh putri-putri raja yang sudah menikah (berkeluarga) biliak pertama atau yang paling kanan dihuni oleh putri tertua raja yang sudah menikah dan seterusnya dihuni oleh adik-adik sudah menikah pula.

Lalu ada sembilan ruang, satu disebut dengan selasar, biliak pertama dimulai dari kanan tersebut juga dikenal dengan pangkal rumah dan biliak terakhir berada di sebelah kiri disebut juga dengan ujung rumah.

Ada tiga generasi menempatinya yakni ibu, nenek, dan anak. Bila si anak sudah dewasa, yaitu laki-laki akan pergi merantau dan tinggal di rumah istrinya, maka ruang biliak yang ada di rumah gadang yang digunakan untuk anak perempuan saja kalau sekiranya rumah tidak cukup untuk menampung penghuninya.

Masing-masing biliak pada istano mempunyai sebuah jendela rahsia yang dalam istilah adat dinamakan “Singok” memiliki makna rangkaian makna setiap keluarga mempunyai kemerdekaan dan kedaulatan penuh.