Agam  

Siswa Tahu Diri itupun Telah Tiada

AGAM—Alita (16), siswa kelas XI MIPA 2 SMAN 1 Tanjung Mutiara, Rabu (28/9) terhenyak layu. Niat hati ingin menanyakan tugas kepada salah satu teman dekatnya, Ayu Oktaviza (17). Bak disambar petir, berita getir malah yang didapati.

“Ayu alah indak ado diak. Maningga dibunuah urang,” suara seorang laki-laki dari nomor yang biasa dipakai Ayu, demikian Ayu Oktaviza biasa dipanggil.

Alita terdiam. Tak tahu apa yang hendak dikata. Panik, sedih, marah bercampur aduk di pikirannya. Terbayang kedekatan mereka selama ini, keceriaan si teman, dan berbagai kenanga terakhir di sekolah hari itu dengan Ayu bergelayut di pikirannya.

“Sungguh kejam. Direnggutnya saudara saya dengan cara yang sangat sadis. Benar-benar kejam. Pokoknya kejam,” gerutu Alita.

Kabar telah tiadanya Ayu langsung menyeruak di kalangan keluarga besar SMAN 1 Tanjung Mutiara. Berita yang didengar tak ubahnya petir yang menggelegar di hari yang cerah. Tak terterima dan tidak disangka akan terjadi.

“Hari itu Ayu masih di sekolah sampai sore karena ada kegiatan ekstrakurikuler. Tidak ada yang berubah dibandingkan hari biasa. Ia tetaplah sosok Ayu yang ceria, lembut, ramah, disiplin, dan sholehah. Saya benar-benar tidak percaya mendengar kabar itu pertama kali,” ujar Ratna Dewi, wali kelas Ayu di sekolah, Jumat (30/9).

Di mata Ratna Dewi dan guru-guru lain, keindahan wajah Ayu berbanding lurus dengan keelokan budinya. Ratna Dewi yang juga merupakan guru Pendidikan Agama Islam itu menuturkan jika Ayu merupakan hafizah di sekolah itu.

“Ayu salah satu penghafal Al Quran di sekolah ini. Hafalannya telah melebihi dua juz. Sebuah prestasi yang sangat membanggakan jika dilihat dengan kehidupan kesehariannya,” tukuk Ratna Dewi.

Sehari-hari Ayu hanya tinggal berdua dengan ibunya, Nurbaida (52). Keseharian Ayu dihari sekolah dimulai dengan pergi ke sekolah di pagi hari menggunakan sepeda motor. Bukan karena berada, namun kondisi jarak rumahnya yang terlalu jauh ke jalan raya membuat sepeda motor menjadi satu-satunya solusi untuk bersekolah.

“Dia anaknya tidak pernah terlambat datang ke sekolah. Tugas pun selalu dikumpul tepat waktu. Bahkan waktu ikut ekskul tahfiz, ia sudah ada di sekolah pukul enam pagi,” kenang Ratna Dewi.

Selepas sekolah, Ayu membantu orang tuanya dengan memelihara sapi orang lain. Mangimpau jawi dan menyabit rumput untuk sapi itu merupakan rutinitas dia sehari-hari. Waktu mangimpau jawi itu ia selalu ditemani dengan buku pelajaran atau Al Quran.

“Dia bercita-cita menjadi orang sukses yang hafal Al Quran. Sehingga bisa membahagiakan orang tuanya di dunia dan akhirat,” Ratna Dewi, sabak.

Duka tidak hanya dirasakan walas dan guru yang mengajar Ayu. Keluarga besar SMAN 1 Tanjung Mutiara merasakan kepiluan itu.

“Ini duka kita bersama. Tidak hanya siswa dan guru yang aktif sekarang saja, banyak ucapan duka yang kami terima dari alumni dan guru-guru yang tidak lagi bertugas di sini. Anak baik yang tahu diri itu telah tiada. Jangan kemana-mana, Nak. Terus sajalah ke surga,” ujar Aswandi, Kepala SMAN 1 Tanjung Mutiara, sembari mengatakan jika tidak ada aral melintang, Sabtu (1/10), seluruh keluarga besar sekolah itu akan mengadakan shalat gaib untuk Ayu. (Hirval)