Salurkan Zakat Karyawan di Pedalaman Mentawai, UPZ Semen Padang Terobos Gelombang Samudra Hindia

Dari Sakaladath, rombongan UPZ Semen Padang berjalan kaki menyisiri pantai barat dengan melewati camp tempat para bule yang sedang menikmati tingginya gelombang laut Kepulauan Mentawai untuk bermain surfing. Jarak Sakaladath ke Dusun Sute’ Uleu cukup jauh, sekitar 4 km. Meski begitu, banyaknya bule berselancar di atas papan surfing membuat perjalanan menuju Sute’ Uleu tak begitu melelahkan.

Sekitar 1 jam perjalanan, rombongan sampai di Dusun Sute’ Uleu, tempat Masjid Bahrul Ulum yang dibangun melalui sumbangan donatur dan dana zakat karyawan PT Semen Padang yang disalurkan melalui UPZ Baznas Semen Padang, yang merupakan pionir bagi UPZ lainnya yang ada di perusahaan BUMN. Setiba di sana, rombongan disambut puluhan muallaf, termasuk tokoh masyarakat setempat bernama Putra Satria alias Togar.

Kata Togar, di Dusun Sute’ Uleu ini ada sekitar 40 KK. Dari jumlah tersebut, terdapat 10 KK yang beragama Islam. Sebagian besar dari mereka adalah muallaf. Tentunya, dia bersama para muallaf lainnya butuh bimbingan dari para da’i untuk bisa mengenal Islam lebih baik. Untuk itu, dia pun memohon agar UPZ Baznas Semen Padang dapat menempatkan da’i nya di Sute’ Uleu.

“Saya juga muallaf dan saya belum mengenal Islam dengan baik. Kami mohon jangan hanya materi saja yang diberikan kepada kami, tapi juga bimbingan. Karena, kami ini masih buta dengan ilmu agama Islam, apalagi SDM kami rendah. Mohon tempatkan da’i yang benar-benar membina kami di sini,” kata Togar berharap kepada rombongan UPZ Baznas Semen Padang.

Mayoritas masyarakat Dusun Sute’ Uleu, kata Togar melanjutkan, berasal dari Dusun Simalegi Tengah, Desa Simalegi. Dulunya, dusun ini dihuni oleh sedikit masyarakat. Pada tahun 1997, sekitar 30 kepala keluarga (KK) di Simalegi Tengah pindah ke Sute’ Uleu dalam rangka mengembangkan zona persiapan Taman Nasional Siberut.

Sampai sekarang jumlah KK tidak berkembang signifikan, karena banyak dari warga yang pindah tinggal ke dusun lain, dan ada juga yang merantau keluar dari Kepulauan Mentawai untuk mencari kehidupan yang lebih baik.

“Saya ini dulunya penyuluh persiapan Taman Nasional Siberut. Karena Taman Nasional Siberut terlalu sempit, akhirnya butuh pengembangan. Makanya, kami pindah ke Sute’ Uleu ini. Kalau bahasa Mentawai nya, Sute’ Uleu itu artinya subur. Alhamdulillah, tanahnya subur dan cocok buat kami berladang,” kata Togar sembari menyebut rata-rata masyarakat Sute’ Uleu bekerja sebagai peladang. (*)