Mendengar Paparan Novel Sejarah Kaje Tentang Perempuan Minang, Guru Guru Sejarah “Mangango”

Selain perempuan perempuan hebat terkenal itu, Kaje juga menyinggung perempuan perempuan pejuang lainnya yang tak banyak disebut sejarah. Latifah yang juga pendiri Sekolah Diniyah Putri Payakumbuh yang mengalami intimidasi Belanda, Upik Hitam pemimpin demo dari Pitalah, Rangkayo Chaelan Intelektual dan wartawati asal Sungai Pua, dan beberapa wartawati Saadah Halim di Bukittinggi, Encik Djusair di Padang Panjang, Djanewar Jamil dan Sjamsidar Jahja.

Ketika Kaje mulai bercerita, Dekan FIS Prof.Dr.Siti Fatimah masuk ruangan. Mursal jadi moderator minta Siti Fatimah memberikan ulasannya terutama tentang paparan Kaje. “Kaje sangat menguasai sejarah perempuan Minangkabau dan dia bisa memaparkan dengan jelas, detail dan menarik dengan pendekatan Telling Story” kata Siti Fatimah.

Siti Fatimah yang juga konsern terhadap sejarah perempuan mengaku salut dengan Kaje yang sudah banyak menulis buku tentang perempuan pejuang. “Kaje menguasai banyak kisah kisah perjuangan perempuan, kalau kelebihan saya dibidang teori dan metedologi serta konsep konsep sejarahnya ” kata Profesor Sejarah yang baru saja dinobatkan itu.

Sebelum Kaje tampil dan Dekan Siti Fatimah hadir, berpidato pula atas nama Dekan Fakultas Ilmu Sosial (FIS) Universitas Negeri Padang (UNP) diwakili Wakil Dekan II Dr.Ahmad Rifauzi S.Pdi MA. Dia mengatakan pembelajaran sejarah lokal penting dikembangkan di sekolah sekolah menengah dengan mengangkat tokoh tokoh pejuang daerah sebagai bagian dari pembelajaran sejarah nasional.
“Dalam pembelajaran sejarah lokal itulah kesempatan mengangkat peran tokoh tokoh lokal di daerah kita dalam konteks sejarah nasional” kata Dekan dalam sambutannya pada pembukaannya itu.

Dalam seminar ini kata Dekan, para nara sumber akan memaparkan sejarah lokal sebagai bagian sejarah nasional. “Saya kira seminar ini sangat strategis untuk menggali nilai sejarah terutama sejarah lokal” ujar Dekan.

Lebih lanjut Dekan mengatakan bahwa mempelajari sejarah, mengenali sejarah untuk memahami jati diri kita yang akan melahirkan kebanggaan. “Ini misi dalam mempelajari sejarah” ujar Dekan.

Secara khusus Dekan menyebut Guru sejarah sebagai orang yang ditakdirkan menanam dan merawat kebaikan. Mengajarkan sejarah kata Dekan mengajarkan kebaikan. Dia menguraikan perkataan yang baik atau kalimat thayyibah ini bahkan juga sudah disinggung lama sekali dalam Al-Quran, mulai dari kriteria dan pengaruhnya.

Dekan menyebut surat Ibrahim menyinggung tentang kalimat thayyibah atau perkataan yang baik dan kebalikannya yaitu kalimat khabitsah<span;> (perkataan buruk).

“Tidakkah kamu memperhatikan bagai-mana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya kuat dan cabangnya (menjulang) ke langit, (pohon) itu menghasilkan buahnya pada setiap waktu dengan seizin Tuhannya. Dan Allah membuat perumpamaan itu untuk manusia agar mereka selalu ingat Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut akar-akarnya dari permukaan bumi; tidak dapat tetap (tegak) sedikit pun, “, demikian terjemahannya kata Dekan.

Ketua panitia penyelenggara Dr. Aisiah dalam laporannya mengatakan,Seminar dan Workshop, Peluang dan Tantangan Mengangkat Sejarah Lokal Berskala Nasional Dalam IKM ini adalah

Kegiatan sebagai Wujud inisiasi kerjasama departemen sejarah yang digagas oleh labor sejarah bersama MGMP Sejarah dan Agsi Sumatera Barat. Tujuan Kegiatan kata Ai panggilan akrab murid kesayangan Mestika Zed ini, untuk menjawab tantangan dan peluang sejarah lokal dalam IKM , silaturrahmi akademis kolega seprofesi.
“Jumlah perserta 150 guru dari 19 kab/kota Sumbar , Yang terbanyak dari Padang Pariaman, kita apresiasi tanpa melemahkan kawan kawan kabupaten kota lainnya ” kata Aisiah (M.Khudri)