Komisi VII DPR RI Akui Kalau Pembasahan RUU EBT Baru Berjalan Sebagian

JAKARTA – Pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Energi Baru dan Terbarukan (RUU EBT), baru berjalan sebagian. Padahal semua berharap bahwa RUU ini bisa menjadi kado pada saat pertemuan Konferensi Tingkat Tinggi G20 di Bali, tahun lalu.

Demikian diungkap Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) Diah Nurwitasari dalam diskusi Forum Legislasi bertajuk ‘RUU EBT untuk Pengembangan Energi Baru Terbarukan Adil dan Berkelanjutan’ di Media Center Gedung Nusantara III di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (13/6/2023).

Keterlambatan tersebut, menurut Diah, karena pada kenyataannya lampiran Daftar Isian Masalah (DIM) dari pemerintah itu sangat lambat, sehingga tiba di Komisi VII DPR RI itu menjelang perhelatan di G-20.

“Jadi, belum terlalu banyak dan di sana sudah mulai ada beberapa hal yang memang harus didalami. Terakhir catatan saya itu kita rapat sampai dengan sekitar akhir Februari 2023, sampai hari ini belum ada lagi pembahasan tentang kelanjutan pembahasan RUU EBT,” sebutnya.

Tetapi kalau di agenda masa sidang ini, Diah melihat ada slot waktu untuk melanjutkan pembahasan tentang RUU EBT, karena DPR RI, dalam hal ini yang ada di Komisi VII DPR RI sangat bersemangat sesungguhnya untuk segera menuntaskan RUU tersebut.

“Namun tentunya, membahas RUU ini tidak hanya bisa dari sisi DPR RI saja, melainkan dari sisi pemerintah juga. Termasuk kemarin masih ada beberapa pertanyaan dan penjelasan jadi pembahasan DIM nya itu baru sebagian belum sampai 50%. Dan saya ingat betul,” ujarnya.

Sebenarnya, lanjut politisi PKS ini, masih ada pendalaman-pedalaman lagi kalau memang ditarget selesai pada Juni 2023 ini. Namun, dirinya agak sanksi pembahasan RUU EBT bisa tuntas, karena sekarang saja kita sudah bulan Juni.

“Jadi kayaknya kalau Juni 2023 ini, belum tentu terkejar. Dan apakah bisa terkejar sebelum reses di masa sidang yang akan datang, ini pun butuh kesungguhan 12 pihak, baik dari DPR RI maupun dari pemerintah,” katanya lagi.

Terutama, untuk bisa mengurai dan menjelaskan beberapa poin penting yang kemarin masih beda pendapat antara DPR RI dengan pemerintah, dalam pembahasan RUU EBT ini, demikian Diah Nurwitasari.

Sementara Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi Partai Golkar (F-PG), Dyah Roro Esti Widya Putri mengungkapkan bahwa dalam UU EBT-nya sendiri banyak sekali isu-isu dan pasal-pasal yang kemudian menjadi perdebatan antar fraksi di DPR RI atau dari pemerintah.

“Baik itu dari segi, misalnya judul saja, kenapa harus ada unsur energi baru. Energi baru kan masih fosil, dalam arti kata belum seutuhnya ramah lingkungan,” sebutnya.

Hal tersebut, menurut Diah Roro, juga sempat menjadi perdebatan sampai kemudian Komisi VII DPR RI dan pemerintah, ada sebuah kesepakatan bahwa proses untuk kemudian bertransisi dibutuhkan waktu dan ketika kita di Komisi VII DPR RI memberikan peraturan, bagaimana caranya bertransisi? Di mana salah satu mode of transition adalah misalnya kita ekspor energi baru, di samping itu juga masih mengoptimalkan unsur batubara,” sebut Diah Roro. (Ery)