Kisah JJ Ilyas, Warga AS yang Merindukan Menetap di Indonesia

Catatan Ilham Bintang

Seperti disebut di awal, kisah hidup Jay amat menarik. Putra sulung pasangan Joerce Ilyas asal Sumatera Barat dan Heryani Ilyas asal Sumatera Utara ini dibesarkan di lingkungan keluarga sederhana pengurus taklim dan masjid di komunitas Indonesia di Queens, New York.

Jay kelahiran New York 17 April 1991 dan adiknya Joshua Ilyas (30)keduanya adalah warga negara AS.

Kami sudah seperti keluarga. Jay kemenakan sahabat kami, wartawan senior Marah Sakti Siregar. Sepuluh tahun lalu ketika berkunjung ke New York, adik- kakak ini juga yang mengantar kami selama berada di kota itu. Saya malah sempat menginap seminggu di rumahnya di daerah Queens.

Waktu itu Jay bekerja di Nike karena basic pendidikannya desain. Jay sangat mencintai Indonesia dan merindukan untuk dapat menetap selamanya di Tanah Air.

Beberapa tahun lalu Jay balik ke Indonesia. Mulai merintis pekerjaan sebagai guru bahasa Inggris dan pelatih golf. Namun, tidak bisa lanjut. Meski berdarah asli Indonesia, namun secara hukum ia warga negara AS, maka Jay adalah orang asing. Cuma punya izin tinggal satu bulan. Untuk memperpanjang masa tinggal ia terpaksa ke Malaysia dulu kemudian masuk kembali ke Indonesia untuk masa sebulan berikutnya. “Setelah itu tidak bisa diperpanjang lagi. Hanya boleh dua kali,” urainya.

Jay mengaku sedih sekali. Ia merasa Indonesia telah memberinya sesuatu yang selama ini dicarinya. Yaitu lingkungan yang saling peduli sesama, gotong royong tanpa membedakan golongan dan ras. ” Di AS tidak ada yang seperti itu. Lingkungan kami hanya berempat orang saja. Mama, Papa, dan Joshua,” bebernya.

Di Indonesia, dia punya banyak keluarga. Tahun lalu ia datang lagi ke Indonesia. Saat sedang menikmati pekerjaannya, masa tinggal berakhir lagi. Ia malah sempat didenda karena overstay. Ia harus membayar denda Rp. 1 juta perhari. Tahun lalu itu ia membayar denda hingga Rp.5 juta karena overstaynya lima hari.

Saya mengikuti curahan hati JJ dalam perjalanan pulang pergi Boston – New York penuh takzim. Kisahnya memberi pemahaman berharga bahwa kemilau kehidupan negara maju dan adidaya seperti Amerika toh tidak sekaligus dapat mengisi kekosongan batin seorang Jay.

-Apakah Jay berniat tinggal seterusnya di Indonesia?
+Iya, saya mendambakan itu.
-Tidak akan kembali ke New York lagi?
+Akan ke New York lagi tapi hanya kalau terkait dengan urusan pekerjaan. Atau sebagai turis.

Jay masih lajang. Dia beberapa kali pernah berpacaran dengan beberapa gadis berbagai bangsa, namun semua berakhir putus.

– Apakah tidak ada yang diniatkan untuk menikah?
+ Ada sih. Tetapi kembali ke masalah perbedaan kultur.Kita orang Indonesia kalau menikah kan bukan cuma dua orang, tetapi dua keluarga besar menyatu. Justru itu yang saya rasakan sulit.