Di Puncak Merpati, Abel Dipanggil Sang Ilahi

Jasad Abel berada di puncak Merpati arah ke Simabua itu. Dekat dengan jurang terjal. Kalau jasad jatuh ke jurang itu, tak bisa dievakuasi.

Lokasinya sangat sulit dijangkau. Untungnya jasad Abel terhalang oleh batu.

Dia duduk bersimpuh di depan jasad Abel. Us tak tega melihat sahabat SMA-nya itu. Us membacakan Alfatihah. Mengusap muka Abel untuk menutup mata Abel.

Lalu melepaskan skraf yang dipasang di kepalanya, kemudian ditutupkan ke
muka Abel. Selanjutnya dilapisi dengan kantong asoy (kresek) dan diikat agar tak terlepas dibawa angin.

Dia pun berdoa agar Allah SWT menempatkan sahabatnya, Abel di tempat yang layak.

“Maaf kawan, kami tak bisa menolong. Allah SWT lebih sayang padamu. Doa kami, untukmu kawan,” ucap Us.

Andai masih hidup, Us dan Herwin berusaha membawa Abel ke bawah. Tapi takdir bicara lain.

Us dan Herwin yang menunggu tak jauh dari lokasi Abel, akhirnya turun ke bawah. Lalu bersama pendaki lain turun dari puncak Marapi. Sampai di bawah cadas Sulastri yang tak sanggup lagi berjalan. Ia kehilangan tenaga. Terpaksa dibuat tandu dan ditambah bantuan anak Suripala, membawa Sulastri turun ke bawah.

Begitu juga bule. Ada yang patah kaki dan yang cewek tangannya terkelupas kena asap panas karena mereka terlalu dekat dengan kawah waktu letusan itu. Ada juga pendaki yang bergegas ke bawah duluan untuk meminta bantuan dan pertolongan.

Melihat letusan gunung Marapi yang lumayan hebat hingga terdengar sampai
ke bawah dan gunung Singgalang, para pendaki di gunung Singgalang yang
ada saat itu merespon kejadian tersebut dengan segera mulai turun.

Sebagian mereka banting stir menuju Marapi. Mereka ini kebanyakan anggota Sekber di Sumbar. Tanpa komando mereka mulai membantu evakuasi para korban.

Setelah para pendaki Marapi berhasil turun semua. Mereka dikumpulkan di Polsek Koto Baru guna pertolongan medis serta wawancara. Disimpulkan
hanya 1 korban yang tertinggal yakni Abel.

Hari kedua, Senin (6/7/1992), Tim SAR beserta relawan berhasil mengevakuasi korban. Mereka berpacu dengan waktu untuk bisa meraih jasad Abel. Juga di tengah kegamangan dan was-was, kalau-kalau Marapi erupsi lagi. (bersambung)