Ragam  

Buku Prahara Corona, Sudut Pandang para Pemimpin Redaksi

JAKARTA – Sudut pandang 23 pemimpin redaksi nasional dan wartawan senior dalam naungan Forum Pemimpin Redaksi (Forum Pemred) mengenai pandemi COVID-19 disatukan dalam buku “Prahara Corona”. Mereka mencatat sejarah dari perspektif masing-masing dalam buku 400 halaman yang akan terbit bulan Agustus ini.

Dalam pengantarnya, Karni Ilyas menyebutkan para pemimpin redaksi dan wartawan senior tentu bukan menulis laporan biasa — tentang jumlah korban, penyebaran virus, dan usaha penanggulangannya –melainkan laporan yang dalam, analisis yang tajam dan tentu saja ide-ide orisinal.

Karni menulis, isi buku ini diharap melahirkan kritik tajam tapi konstruktif atas penanganan wabah oleh pemerintah, mulai dari blundernya prediksi petinggi kesehatan pada awal pandemi sampai ke aturan-aturan yang tumpang tindih dan centang perenang antara pemerintah pusat dan daerah.

“Bukankah wartawan itu pencatat sejarah, bukan pembuat sejarah,” tulis wartawan senior ini dalam Kata Pengantar buku “Prahara Corona”.

Pandemi Covid-19 merebak di Wuhan, Tiongkok, pada akhir 2019 dan semakin masif pada Januari hingga kini. Dunia berubah cepat. Tidak ada negara yang terbebas. Ada negara yang sigap melindungi rakyatnya, ada juga yang gugup. Korban meninggal berjatuhan. Ekonomi porak-poranda. Inilah sejarah baru, yang tidak terbayangkan terjadi sebelum pada akhir 2019. Tidak diketahui juga akhirnya.

Virus mematikan dan telah mengubah kebiasaan warga dunia ini, harus ditulis sebagai sejarah. Inilah yang mendorong para pemimpin redaksi dan wartawan senior menuliskannya dalam sebuah buku — yang akan menjadi warisan generasi masa mendatang, termasuk bagaimana Indonesia menyikapinya.

Pemimpin redaksi dan wartawan senior terbiasa menulis dengan cepat, namun mengumpulkan tulisan mereka tidak mudah dalam waktu cepat. Bahkan, ada beberapa wartawan senior yang mengirim tulisan setelah draft buku selesai.

“Ketika diminta tulisan, sulitnya minta ampun. Ada-ada saja kilahnya, mungkin lagi sibuk. Saya tak hilang akal, sebab sesibuk-sibuknya pasar, anak raja harus bisa lewat. Saya desak terus dan ketika wartawan-wartawan senior itu telah menulis, tak usah dipermak lagi, sudah masak, tinggal dihidangkan saja,” tulis pemimpin redaksi Harian Singgalang, Padang, Khairul Jasmi dalam Catatan Editor.

Buku ini ditulis Ilham Bintang, Suryopratomo, Ninuk Mardiana Pambudy, Uni Lubis, Akhmad Kusaeni, Andi Suruji, Arifin Asydhad, Arif Budisusilo, Budiman Tanuredjo, Eko B. Supriyanto, Firdaus Baderi, Heddy Lugito, Hery Trianto, Irfan Junaidi, Khairul Jasmi, Nasihin Masha, Nurjaman Mochtar, Primus Dorimulu, Suryopratomo, Usman Kansong, Titin Rosmasari, Petty Fatimah, dan Apreyvita Dyah Wulansari.

Buku yang dilengkapi tabel, grafis, dan foto ini tak hanya terbit dalam bentuk buku fisik, tapi juga akan akan diedarkan dalam bentuk buku digital. (ant/mat)