Bawaslu Sumbar Terus Pantau Dinamika Pemilu Tanpa Hoax

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Sumatera Barat terus melakukan koordinasi secara intens dengan Kelompok Kerja (Pokja) Politisasi SARA, politik Identitas, informasi hoax dan ujaran kebencian

Padang – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Sumatera Barat terus melakukan koordinasi secara intens dengan Kelompok Kerja (Pokja) Politisasi SARA, politik Identitas, informasi hoax dan ujaran kebencian, agar bisa memberikan edukasi pada semua lapisan masyarakat, sehingga tidak menimbulkan kegaduhan.

Koordinasi ini dilakukan dalam rangka stabilisasi Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 yang semakin dekat. Suasana politik juga semakin memanas, sehingga perlu adanya upaya untuk menghasilkan Pemilu yang bermartabat dan berkualitas.

Salah satu sarana untuk menstabilisasikan Pemilu 2024 adalah dengan menghilangkan berita bohong (hoax) dan isu-isu negatif. Hal ini penting dilakukan agar tidak memancing “kemarahan” antara kelompok masyarakat, dalam memberikan dukungan pada calon-calonnya.

Ketua Bawaslu Sumbar Alni, yang juga merupakan pengarah Pokja, mengatakan bahwa Pokja sudah memulai kegiatan semenjak SK dikeluarkan, yakni pada bulan November 2023.

“Pada tahun 2024, Pokja diperpanjang sampai bulan Januari, secara substansi bukan hanya kordinasi saja, tapi bagaimana terus membangun komunikasi secara berkelanjutan, guna memberikan masukan pada Pokja Cyber atau pada Kepolisian Daerah Sumbar, khususnya Krimsus berkaitan dengan isu-isu yang berkembang,” tutur Al ni, Senin (15/1/2024) ketika memimpin rakor Pokja, di Aula Bawaslu.

Alni juga menambahkan bahwa sampai saat ini Bawaslu Sumbar belum ada menangani atau memproses pelanggaran berkaitan hal tersebut.

“Kita juga berharap agar ada shearing informasi terhadap kondisi tahapan pemilu, khususnya pantauan terhadap media sosial,” tutur Alni lagi.

Anggota Bawaslu Sumbar Vifner, yang merupakan penanggung jawab Pokja, mengatakan bahwa meskipun sudah berjalan 2 bulan belum ada tindakan pelanggaran.

“Kita terus memonitor dan melakukan diskusi, apakah ada tindakan pelanggaran dilakukan para caleg atau masyarakat, apakah ada pelanggaran atau tidak, seperti apa yang terjadi di salah satu daerah,” papar Vifner.

Dia juga menambahkan, kalau disampaikan orang yang jelas, melakukan diskriminasi pada calon, yang menimbulkan kegaduhan, perlu dirumuskan berbagai langkah, apakah itu berkaitan dengan pelanggaran hukum biasa atau masuk pada pelanggaran pemilu.

“Jika perlu, kabupaten dan kota akan kita lakukan pendampingan, sementara Pokja merupakan mutra diskusi dalam memberikan berbagai masukan serta informasi, maka kita buat grup ini, harapan kita pemilu berjalan lancar,” tambah Vifner.

Salah seorang anggota Pokja Benny Aziz,SE, juga anggota Bawaslu Sumbar, menegaskan bahwa isu-isu negatif tampak pertama kali pada Pilkada DKI lalu, dimana politik identitas pada saat itu cukup membuat kegaduhan.