Anggota DPD RI Alirman Sori ke DPRD Sumbar, Inventarisasi Materi Pengawasan Pelaksanaan RUU Pemda

Anggota Komite I DPD RI, Alirman Sori melakukan kunjungan kerja dalam rangka inventarisasi materi pengawasan pelaksanaan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang perubahan keempat Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, Rabu (10/1)
PADANG – Anggota Komite I DPD RI, Alirman Sori melakukan kunjungan kerja dalam rangka inventarisasi materi pengawasan pelaksanaan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang perubahan keempat Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, Rabu (10/1)
Kunjungan kerja disambut oleh Maigus Nasir Ketua Komisi I DPRD Provinsi Sumatera Barat didampingi Sekwan Raflis, Asisten I Setdaprov Sumbar Devi Kurnia dan anggota Komisi I DPRD Provinsi Sumbar Desrio Putra.
Dalam sambutannya, Maigus menyampaikan bahwa Rancangan Undang-Undang (RUU) ini penting artinya bagi Sumatera Barat. Banyak dari tokoh Sumatera Barat, kata Maigus, sudah memperjuangkan penyusunan RUU tentang Pemerintah Daerah di DPD RI.
“Tentu bagi Sumatera Barat ini sangat penting dan strategis, momen bersejarah juga bagi kita. Banyak tokoh-tokoh kita sebelumnya, yang telah memperjuangkan Rancangan Undang-Undang (RUU) ini tentunya,” kata Maigus Nasir.
Alirman Sori mengatakan dalam kunjungan kerjanya, usulan, saran dan rekomendasi dari berbagai pihak sangat diharapkan untuk dada dokumen RUU. Senator asal Pesisir Selatan itu menegaskan bahwa Sumatera Barat adalah provinsi yang sangat beragam, untuk itu persoalan yang terjadi di pemerintahan daerah sangat kompleks maka perlu ada aspirasi-aspirasi dari berbagai pihak.
Mengawali pembuka diskusi RUU, Asisten I Setdaprov Devi Kurnia menyampaikan bahwa persoalan mendasar dalam RUU adalah berkaca dengan undang-undang sebelumnya, dengan melihat UU No.22 dan UU No.32 untuk menyusun poin-poin penting yang dicantumkan dalam RUU tentang Pemerintahan Daerah.
“Saya meminta, ada ketegasan dalam Rancangan Undang-Undang ini agar diformalkan betul, supaya pemerintah daerah berjalan sesuai aturan yang berlaku, tidak ada lagi gubernur bisa menetapkan non job secara sembarang, dan persoalan lainnya yang bisa menghambat jalannya pemerintahan daerah secara efektif,” paparnya.
Ia menambahkan juga pada tataran pelaksanaan yang tidak berjalan semestinya. Di kabupaten dan kota tentunya harus ada kejelasan yang mesti disentuh oleh RUU tentang Pemerintahan Daerah.
Desrio Putra, anggota Komisi I DPRD Sumbar meminta agar pemerintah pusat memberi keluasan kepada pemerintahan daerah untuk melaksanakan otonomi daerah secara baik. Ia berharap jangan ada intervensi dari pemerintahan pusat ke daerah dalam melaksanakan kebijakan yang strategis.
“Maka perlu juga mencantumkan persoalan pemekaran dan penggabungan daerah yang memiliki APBD kecil. Secara objektif, minta Desrio, berharap bahwa kabupaten dan kota di Sumatera Barat bisa memliki kesempatan luas untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan daerahnya sendiri, ” ungkap Desrio.
Selanjutnya, dari pihak akademisi pakar Hukum Unand, Hengky Andora mengatakan perlu adanya ada Grand Design untuk otonomi daerah, yang masuk ke dalam Tap MPR sehingga pemerintahan daerah bisa berjalan dengan baik. Definisi antara pemerintahan daerah dan pejabat daerah perlu dipertegas kembali sehingga informasi yang ditangkap jelas dan tidak membingungkan.
“Perlu ada grand design atau cetak biru terhadap otonomi daerah. Kalau bisa kita usulkan ada di Tap MPR, sehingga memiliki kekuatan hukum dan tidak diganggu oleh undang-undang lain,” ungkapnya. (W)