Sakato Lahia jo Batin, Baitu di Minangkabau

Irjen Pol (Purn) Fakhrizal. (ist)

KAMUDIAK saantak galah, kailia sarangkuah dayuang, sakato lahia jo bathin, sasuai muluik jo hati.

Artinya untuk melaksanakan suatu pekerjaan dalam masyarakat, pemimpin harus satu kata dengan perbuatan, seiya dan sekata. (dikutip dari Pepatah petitih Minangkabau Idrus Hakimy Dt Rajo Penghulu)

Ada jelas? Begitulah kalau jadi gubernur di Sumatera Barat ini. Orang cedik semua di sini. Tapi, kalau dapek gili-nya, jangan disebut, mereka sokong beramai-ramai. Salah satu kiatnya, sesuai pepatah-petitih di atas, sakato lahia jo batin, sasuai muluik jo hati.

Begitu benarlah. Inilah yang dipesankan Jenderal Fakhrizal. Keturunan Pejuang Perang Kamang 1908 itu, tahu untuk menjadi pemimpin maka jangan lain kata lain perbuatan. Ia minta siapa saja harus begitu. “Kalau sudah begitu, cigin larinya Sumbar, percayalah,” kata dia.

Ini harus diikuti sikap anti korupsi yang dibuktikan dengan perbuatan. Maka orang-orang yang bekerja di Pemprov Sumbar menurut dia, pertama-tama harus berakhlak. Dengan itu semua muatan tentang jujur, tepat waktu, dan menghargai orang lain.

Karena itu, kata dia, kita harus kembali belajar adat secara sungguh-sungguh.”Tak menghabiskan waktu, sekali sepekan saja cukup, sampai merasa sudah cukup, bisa 6 bulan, bisa setahun.”

Menurut Jenderal, jika kita terlalu jauh dari akar budaya,maka ketika itu akan merasa sansai sendiri. Itulah kemudian, antara lain yang menyebabkan, tidak ada kepedulian pada rumah gadang, posisi datuak, harga menghargai dan apresiasi sudah tidak ada pada nenek moyang membuat sawah-sawah berjenjang. “Ini kaji dari bawah benar, jadi mari kita berjalan bersama, membangun Sumatera Barat, untuk masa depan yang lebih baik,”kata dia.

Tidak ada yang sulit kalau bersama, mau jalan tol, mau industri, mau UMKM, asal tak main sendiri-sendiri, bisa. Pemerintah katanya, harus fokus dan didukung oleh kelompok pemikiran yang kuat. “Makanya saya melihat Bappeda harus kuat,” katanya Ahad (18/1).

Menurut dia, semoderen-moderennya hidup, maka akar jangan lupa. Malah kian maju sebuah bangsa, makin dekat ia ke akar budayanya. “Makoe nan ka jadi gubernur tu yo nan dapek gamak Minanglah,” itu kawan seorang warga. Rakyat Sumbar bisa menerima pembaruan apa saja, termasuk jalan tol, tapi kalau kanai kucuah tagak mana dia mau. (*)