Zaman Digitalisasi, Dony Oskaria Pikirkan Sumbar 10 Tahun Mendatang

Dony Oskaria jadi keynote speaker dalam seminar “Konsep dan Pemikiran 100 Tokoh Minangkabau untuk Sumbar ke depan” Minggu (29/9) di Hotel Pangeran Beach. (romel)

PADANG – Pengusaha muda milenial, Dony Oskaria galau melihat kondisi Sumbar hari sekarang ini. Ketika dunia sudah beralih ke digitalisasi, Sumbar masih adem-adem saja. Karena itu, wajar muncul pertanyaan dalam benaknya, mau dibawa kemana Summatera Barat 10 atau 20 tahun ke depan?.

Kegalauan CEO sejumlah perusahaan di bawah naungan CT Corp itu, disampaikan secara lugas dan bernas saat tampil sebagai keynote speaker dalam seminar “Konsep dan Pemikiran 100 Tokoh Minangkabau untuk Sumbar ke Depan” yang digelar grup Whatsapp TOP100 di Pangeran Beach Hotel, Minggu (29/9).

“Mungkin 10 tahun ke depan, apakah Sumbar mampu bersaing di tingkat nasional. Apakah adik-adik kita mampu tampil di kancah nasional dengan kemampuan SDM yang handal,” ujar Dony.

Dony melihat, untuk 10 tahun ke depan, Sumbar seharusnya tak lagi fokus pada pembangunan fisik. Tapi bagaimana Sumbar menomorsatukan masalah pembangunan SDM.

“Pembangunan SDM adalah PR nomor satu yang harus jadi pemikiran kita bersama. Tak masanya lagi pemimpin sibuk dengan politik. Banyak potensi yang bisa dogarap agar Sumbar lebih maju 10 tahun ke depan,” terangnya.

Menurut Dony, ada dua potensi andalan Sumbar untuk bisa lebih maju dan bisa berdampak ekonomi bagi masyarakat. Pertama, potensi pertanian yang sangat besar dan potensi pariwisata. Nyaris tak ada daerah di Sumbar yang tidak memiliki potensi pariwisata. Cuma potensi wisata itu tidak digarap dengan baik dan maksimal.

“Potensi pariwisata Sumbar tidal didisain untuk memberikan dampak ekonomi bagi masayarakat. Kawasan Wisata Mandeh, misalnya. Apa yang didapat masyarakat. Seharusnya pemerintah berpikir, bagaimana mengelola potensi pariwisata secara profesional,” ujarnya.

Kata kunci pariwisata, jelas Dony, adalah traffight (lalu lintas). Saat ini, penerbangan dari Hongkong, Vietnam, Korea, apalagi Malaysia, hanya sekitar 2-3 jam ke Sumbar. Namun, potensi besar wisatawan ini tidak tergarap dengan baik, karena kawasan pariwisatanya juga tak terkelola secara profensi.

“Saat ini, orang ke objek wisata hanya untuk selfie-selfie sebentar lalu pergi. Atau, mereka beli nasi bungkus di jalan, lalu makan di lokasi objek wisata dan setelah itu meninggalkan sampah bertebaran. Apakah ini yang kita mau,” katanya.

Kegalauan Dony selanjutnya adalah soal potensi pertanian. Dengan potensi pertanian yang besar, seharusnya Sumbar sudah menjadi provinsi yang mengekspor hasil pertanian, tapi itu tidak terjadi.
“Karena itu, konsep dan pemikiran para tokoh intelektual sangat diperlukan agar Sumbar lebih maju kedepannya,” tutupnya. (Romelt/Rel)