Hukum  

Usut Dugaan Pemalsuan Tandatangan Hibah Lahan RSUD Sungai Dareh

Gedung RSUD di pinggir Jalan Lintas Sumatera Kilometer 1 Kecamatan Pulau Punjung. (roni aprianto)
PULAU PUNJUNG – Kaum Suku Piliang mendesak polisi untuk mempercepat proses penanganan kasus dugaan pemalsuan tandatangan sekaitan dengan pengadaan tanah Rumah Sakit Umum Daerah ( RSUD) Sungai Dareh, yang lama.

“Kami bersama sejumlah tokoh adat Suku Piliang sudah melapor secara resmi terkait permasalahan ini ke pihak Polres Dharmasraya dengan nomor laporan polisi STTPLP/61/K/VIII/2020-Polres tanggal 13 Agustus 2020,” ungkap Ketua LSM sekaligus Cucu Kemenakan atau Kuasa Kaum Suku Piliang, An Malik kepada Topsatu.com, Kamis (15/10).

Suku Piliang menilai proses penyidikan oleh pihak kepolisian lamban. Hal tersebut cukup menimbulkan keresahan di masyarakat adat Suku Piliang kaum Yendrizal Rajo Indo sebagai mamak kepala waris.

Katanya, laporan tersebut bermula dari adanya fakta persidangan dalam kasus gugatan kaum tersebut di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Padang, terhadap tergugat Kantor Badan Pertanahan Negara (BPN) setempat dan tergugat intervensi atas nama Pemerintah Kabupaten Dharmasraya, atas diterbitkannya sertifikat hak pakai no. 06/Nagari IV Koto Pulau Punjung atas nama Pemerintah Daerah Kabupaten Dharmasraya yang diatasnya berdiri bangunan gedung lama RSUD tersebut.

Yang menjadi pokok permasalahan adalah dokumen awal kepemilikan berupa hibah sewaktu Dharmasraya secara administrasi masih tergabung dengan Sijunjung.

” Kami dari Suku Piliang tidak pernah ikut menandatangani hibah tersebut,” terang An Malik.

Lanjut An Malik, pada amar putusan PTUN dengan nomor perkara 7/G/2020/PTUN.PDG, majelis hakim menilai tidak memiliki kewenangan memutus perkara tersebut, dengan pertimbangan perkara itu masih ada persoalan sengketa perdata antara penggugat dengan sejumlah pihak terkait lainnya mengenai dasar awal kepemilikan, letak, batas maupun luas tanah objek sengketa.

“Bahkan pada bab yang menjelaskan tentang legal standing lembaga peradilan tersebut, tegas dikatakan bahwa PTUN tidak bisa memutus perkara bersifat a quo, karena pada sengketa a quo itu terdapat juga potensi sengketa pidana karena adanya laporan dari saksi atas nama Syafrimas, yang mengaku tandatangannya dipalsukan dalam dokumen gambar ukur batas sepadan, ” katanya.

Lanjutnya, atas aduan ke pihak kepolisian tersebut, pihaknya sudah meminta penjelasan ke pihak penyidik Polres Dharmasraya, dan dalam keterangan pihak penyidik melalui Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penelitian Laporan (SP2HP) nomor SP2HP/116/VIII/RES.1.9/2020 tanggal 25 Agustus 2020, penyidik menerangkan akan melakukan penyelidikan dalam waktu 14 hari sejak laporan diterima.

“Namun dalam perjalanan perkara ini, masyarakat merasa diabaikan oleh petugas yang ditunjuk, karena kerap tidak bersedia mengangkat telepon selulernya ketika ditelpon terkait perkara ini, ” jelasnya.

Menurutnya, pihaknya pun sudah melaporkan pihak Polres Dharmasraya ke Kapolda Sumbar secara tertulis melalui surat nomor 02/LSM/pl pljg. Dhmsrya/GGT.RSUD 2020 tanggal 12 Oktober 2020.

Terpisah, Kapolres AKBP Aditya Galayudha Ferdiansyah melalui Kasat Reskrim Polres setempat, AKP Suyanto mengatakan, sejauh ini pihak penyidik telah bekerja sesuai standar operasional prosedur dan hal itu sudah disampaikan ke pihak pelapor melalui SP2HP.

“Terkait penanganan perkara, pihaknya sudah melakukan pemanggilan terhadap saksi guna mendalami serta mengumpulkan barang bukti dan keterangan yang kuat dan bisa dipertanggungjawabkan secara hukum yang berlaku, ” terangnya. (roni)