Ragam  

Turun ka Sawah, Merawat Budaya Lokal Nagari Paninggahan

Bupati Solok turun mencangkul sawag di Paninggahan. (ist)

AROSUKA – Orang Paninggahan bersuka ria. Amak-amak membawa nampam berisi makanan, ramai di jalan. Bapak-bapak dan kalangan pemuda, berpakaian galembong serba hitam layaknya pendekar silat. Mereka kemudian menuju lahan sawah siap panen, tempat dimana dikonsentrasikan acara kebudayaan Turun ka Sawah.

Pada bagian lain, kelompok amak-amak membawa dua buah sayak (tempurung kelapa), ditepokkan satu sama lain hingga menghasilkan bunyi-bunyian. Detak bunyi sayak itu menghasilkan irama, sahut menyahut dengan talempong dan gendang rebana yang di tabuh oleh kelompok ibu-ibu yang berdiri paralel di pematang sawah, seolah menjadi pagar hidup terhadap prosesi kebudayaan setempat.

Matahari semakin naik ke ubun-ubun. Terasa memanggang kulit. Paradoks, antusiasme masyarakat Paninggahan, kecamatan Junjung Suruh, Kabupaten Solok, Selasa (3/4), sama menyalanya dengan panas matahari. Ribuan masyarakat dengan pakaian khas sehar-hari, menggambarkan suasana turun ke sawah dalam semarak Festival 5 Danau di nagari yang berada di sisi Timur danau Singkarak itu.

Dibungkus dalam momentum Peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Kabupaten Solok ke 106, pemerintah setempat berhasil membongkar potensi besar destinasi Pariwisata Sumatera Barat yang terus berkembang.

Apresiasi luar biasa tampak ditunjukkan Bupati Solok H. Gusmal. Orang nomor satu di rumah bagonjong Arosuka itu datang meresmikan alek Turun ka Sawah Paninggahan dengan berpakaian adat. Hadir pula anggota DPD-RI H. Nofi Candra dengan pakaian serupa. Senator RI asal Solok itu sengaja datang dari Jakarta khusus hanya menghadiri alek nagari Paninggahan dalam momentum HUT Kabupaten Solok.

Semua turun ke sawah dan duduk baselo (bersila) di bawah siraman panas matahari. Sementara Kepala Disparbud setempat, Yandra turun megukur langkah dengan ketua Dewan Kesenian Kabupaten Solok. Mereka basilek, bergelimang lunau. Pengunjung terhibur. Tertawa menyaksikan silek eksebisi, sebelum dilakukan lomba Silat susungguhnya.

Dengan melaksanakan event- even budaya seperti yang dihidangkan masyarakat Paninggahan, membuktikan konsep kepariwisataan yang diaplikasikan dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Solok sangat berhasil.

“Sanang lo hati sato dalam acara turun ka sawah ko. Warga bantu-mambantu bakarajo, sukarela mambaok nasi untuak di makan di sawah, “ ujar Anis (59), seorang ibu dari Jorong subarang Paninggahan.

Dirinya mengaku merinding saking bahagianya melihat suasana tempo doeloe yang dibangkitkan dalam peringatan HUT Kabupaten Solok. Meski tanpa dikasih biaya, tidak diganti pembeli bahan makanan dan sambal yang diantarkan ke sawah, dirinya mengaku bangga saja. “ Setiap keluarga membawa makanan. Masyarakat dengan sukarela berpartisipasi,” timpal Rosna (45).

Sebuah kerja besar dengan hasil yang masimal pada prosesi kebudayaan telah dikerjakan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Kabupaten Solok dengan ringan. Dengan membangun sinergi lintas institusi, penyelenggara alek kebudayaan ini berhasil memunculkan sebuah potensi kepariwisataan yang memiliki prosfek besar sebagai destinasi wisaya budaya.

Atraksi budaya Turun ka Sawah yang hidangkan masyarakat Paninggahan, lebih merupakan hasil dari sebuah konsep yang matang. Pemerintah nagari Paninggahan, pemerintah kecamatan Junjung Siriah, Dewan Kesenian Kabupaten Solok serta sasaran-sarasan Silat yang berperan dalam mengikuti pagelaran kesenian tradisi itu, menjadi kekuatan dalam memoles keindahan alam, memadukan dengan budaya alam Minangkabau dan membangkitkan budaya gotoroyong warga setempat.

“Kita mengusulkan even budaya turun ka sawah ini menjadi kalender tahunan Kepariwisataan Kabupaten Solok, dan menjadi kalender tetap di Sumatera Barat,” kata Yandra, kepala Disparbud Kabupaten Solok.