Tonggak Gantung di Museum Istano Basa Pagaruyung; Simbol Keberadaan Datuk Katumanggungan dan Datuk Perpatih Nan Sebatang

Tonggak gantung arah kanan dan kiri Istano Basa Pagaruyung simbol dari keberadaan Datuk Katumanggungan dan pemimpin Datuk Perpatih Nan Sebatang.(yusnaldi)

BATUSANGKAR -Istano Basa Pagaruyung dengan segenap kebesaran menyimbolkan segenap tatanan kehidupan masyarakat Minangkabau.

Sebagai dunia yang dibangun dalam aliran teori budaya strukturalisme (Umar Yunus, Mitos dan Komunikasi 1991), Istano Basa merupakan rangkaian bangunan yang tak bisa dipisah ditiap konstruksi dan arsitekturnya.

Semua berdiri dalam unsur yang kaya makna dan menghadirkan museum kebudayaan Minangkabau yang terbuka untuk dikunjungi dengan pesonanya.

Salahsatu simbol tatanan refleksi strukturalisme adalah tonggak gantung yang berada di arah luar Istano Basa.

Disana ada dua buah tiang yang tegak di ujung sebelah kanan dan kiri bangunan tidak menyentuh permukaan tanah, kedua tiang tersebut dinamakan tunggak gantung, yang mewakili keberadaan pemimpin Datuk Katumanggungan dan pemimpin Datuk Perpatih Nan Sebatang.

Keduanya merupakan peletak dasar kerangka Adat Minangkabau dengan segala kebesaran dan peranannya dalam kehidupan Adat Minangkabau.

Seperti ditulis H. DJ. Dt. Bandaro LB Sati (Falsafah Arsitektur Istano Pagaruyung 1988) menjelaskan maksud tiang pada Istano Basa Pagaruyunf, tidak hanya sekedar tonggak bangunan.

Saat tiang-tiang tersebut tidak akan pernah membentuk kerangka bangunan, berarti dalam kehidupan adat Minangkabau tanpa kehadiran unsur penghubung dan pemersatu diantara semua kaum beserta pemimpin, tidak akan memiliki rasa kebersamaan sama sekali.

Diantara unsur-unsur pemersatu tersebut ada bebeapa unsur yang penting, yaitu rasuak adalah balok pemersatu tiang dengan tiang menurut lebar bangunan.

Lalu paran, yakni balok pemersatu antaratiang dengan tiang menurut panjangan bangunan.

Kehadiran rasuak dan palanca sebagai unsur pemersatu ini membetuk sebuah kerangka bangunan yang berdiri kokoh dan semua unsur saling menunjang dan membutuhkan.

Kedua unsur pemersatu ini mewakili dan melambangkan peran yang diemban oleh langgam adat dan undang-undang luhak sebagai pedoman utama akan menyatukan semua versi masyarakat dalam kehidupan sosial.

Kehadiran unsur-unsur pengokohan berikut sangat dibutuhkan, yakni singgitan adalah balok kayu diletakkan di atas permukaan rasuak untuk membentuk permukaan datar antara rasuak dan palanca. Ia mewakili dan melambangkan peran “mungkin jo patuik” yang menjadi standar dalam setiap kegiatan di tengah-tengah masyarakat Minangkabau.

Lalu ada jariau adalah balok kayu yang dipasang paralel dengan palanca dan kedua ujungnya diletakkan pada singgitan. Ini mewakili dan melambangkan peran aktif masyarakat, tungganai dan pembantu penghulu sebagai pelaku dalam pengawas kehidupan sosial berpedoman pada agama dan adat. (yusnaldi)