Padang  

Tapuak Galambuak Randai Mahasiswa Upgrisba “Meledakkan” Aula.

PADANG,- Dulu di Minang Kabau, khususnya di Sumatera Barat “Barandai” adalah hiburan seni yang menarik dan menjadi atraksi tontonan yang ditunggu tunggu masyarakat.
Randai, adalah seni drama dimainkan secara berkelompok untuk menampilkan cerita rakyat dengan variasi pertunjukan seni tari, gerak silat, lagu, musik, pepatah petitih, drama dan tapuak galambuak.
Tapi memasuki era moderen, minat orang Minang terutama generasi milenial dan Z untuk Barandai atau menonton randai telah dikalahkan oleh daya tarik seni moderen, suatu hal yang dimaklumi lantaran kemajuan teknologi sejak memasyarakatnya televisi dan sekarang digitalisasi.
Tapi mahasiswa Universitas PGRI Sumbar (Upgrisba) bersemangat memainkan kesenian tradisional Minangkabau ini, khususnya randai. Tapuak Galambuak mereka menghentak keras, sehingga terdengar bak gendang. “Tapuak Galambuak mereka menghentak dan menggelegar, “meledakkan” aula ini” kata Dr.Jarudin, Wakil Rektor Upgrisba saat menyaksikan pembukaan Festival Randai dalam rangka penutupan mata kuliah Budaya Minangkabau yang diadakan di aula kampus Upgrisba Sumbar di Gunung Pangilun Selasa (14/1) hari ini.
Ya, Tapuak Galambuak para pemain randai ber ulang ulang mendapat tepukan ratusan mahasiswa yang menjadi penonton festival yang digelar 2 x setahun itu. Tapuak Galambuak adalah memukul keras keras pisak celana galemboang tapak itiak sehingga menghasil buya bub bub bub, bak gendang bertalu talu.
Pemain randai mengenakan pakaian baju gunting cino yang lengkap dengan hiasan benang emas, warna rata rata merah, kuning dan hitam dengan celana galemboang tapak itiak melakukan gerakkan tari silat secara berkelompok dan melingkar.
Sebanyak 14 kelompok dari 14 kelas mahasiswa semester 5 dari berbagai Prodi yang mengikuti perkuliahan Budaya Minangkabau sebagai mata kuliah wajib di Universitas yang dulu bernama STKIP PGRI itu mengikuti lomba randai. Setiap kelompok menampilkan cerita yang berbeda, diantara cerita yang ditampilkan yaitu Maelo Rambuik Dalam Tapuang, Sabai Nan Aluih, Lareh Simawang, Puti Cayo Nilam,Siti Baheram, Rambun Pamenan, Salisiah Adaik, Anggun Ba Inai, Puti Nilam Sari, Siti Nurbaya, Kasiah Ndak Sampai, Babaliak Kasurau dan Umbuik Mudo.
Panitia Lomba yang diketuai oleh Dr. Zulfa menghadirkan juri eksternal yaitu Prof Dr. Indra Yudha dan juri internal Dr. H.Buchari Nurdin dan Melda M.Si.
Sebelum lomba diadakan acara pembukaan, Rektor yang diwakili Wakil Rektor III Jaruddin MA. Ph D. Hadir juga Wakil Rektor I Dr. Rina Widiana M.Si, para dekan dan ketua Prodi, termasuk dosen pengampu mata kuliah Budaya Minang Kabau selain Zulfa, Dr.Liza Husniati, Melda, M. Khudri , Yazirman Murad dan Refni.
“Kami mengapresiasi persiapan ananda semua, saya dapat laporan, ananda latihan 3 sampai 4 bulan, sehingga siap untuk tampil hari ini” kata Jaruddin dalam pidato pembukaannya.
Mata kuliah Budaya Minangkabau kata Jaruddin adalah mata kuliah wajib di Upgrisba Sumbar. “Mata kuliah ini adalah penciri di Upgrisba, artinya selain wajib mata kuliah ini adalah menjadikan mahasiswa benar benar menjadi orang Minangkabau dengan mewarisi nilai nilai positif dari Budaya Minang Kabau ini” kata Jaruddin.
Randai ini kata Jaruddin dapat menjadi salah satu bekal untuk masa depan mahasiswa nantinya. “Saya juga mendapat informasi bahwa lulusan Upgrisba yang telah mengikuti perkuliahan Budaya Minang dan latihan randai, kini telah menjadi guru randai ditempat dia mengajar. Disisi lain tentu saja yang bersangkutan telah berkontribusi melestarikan seni budaya Minang untuk generasi” kata Jaruddin.
Ketua Panitia yang juga menjadi salah seorang dosen pembimbing mengatakan bahwa mahasiswa yang ikut lomba tahun ini jauh lebih serius dibanding sebelumnya. “Selain latihan selama 3 atau 4 bulan mereka membawa pelatih, ada kakak seniornya dan ada pula beberapa kelas membawa pelatih dari ISI dan sanggar seni” kata Zulfa.
Salsa, seorang mahasiswa yang manjadi pemain randai mengatakan, bahwa persiapan panjang dan melelahkan untuk lomba randai sepadan dengan kepuasan dan pengalaman yang diperoleh. “Walau kami capek, lelah dan mengeluarkan uang, tapi dengan penampilan kami pada lomba tadi rasanya sepadan pak, Alhandulillah kami merasakan hasilnya” kata Salsa berharap randai terus dibudayakan di Upgrisba (MK).