Suami Selamat dari Tsunami karena Tunaikan Magrib Diawal Waktu

PADANG-Korban gempa dan tsunami di Palu dan Donggala makin memperihatinkan. Termasuk dialami perantau Minang yang ada di sana.
“Jangan berhenti doakan kami, kami mau pulang ke Padang. Di Palu kini susah, air bersih sembako dan BBM sulit,’kata Norma Imalia, wanita kelahiran Padang, dari Kota Payakumbuh di group whashap alumninya, kemarin.
Norma Imalia adalah satu dari ribuan warga Minang di Palu. Ibu dua anak ini sangat ingin pulang ke Padang hanya saja tidak ada penerbangan komersil, sementara penerbangan hercules antrinya sangat panjang.
Di Palu, Ima tinggal di komplek Griye Palupi Permai Blok C.NO.5. Rumahnya hancur dihantam gempa, tapi keluarganya semuanya selamat. Irma selamat dari runtuhan rumah pagarnya digembok. Sedangkan suaminya selamat setelah lari sejauh 7 kilometer dari terjangan tsunami.
Hingga hari ke empat ini, listrik masih padam. Sinyal seluler juga susah. Kondisi juga tidak kondusif.
“Ya Allah, penjarahan di mana-mana,”ujarnya.
Diceritakannya, saat kejadian tersebut pada Jumat (28/9) bisa pulang cepat, sekitar pukul 17.30. Dia langsung pulang, tidak mampir dulu ke pasar. Hasilnya, alumni SMA 5 Padang ini bisa lepas dari terjebak macet, dan tertahan karena badan jalan yang retak-retak.
Padahal, sebelumnya anak sulung Irma sempat meminta belanja di mall. Beruntung saat itu tidak singgah di mall, tapi langsung pulang. Sementara mall tempat yang akan ditujunya dekat dengan pantai.
“Kalau kami langsung ke mall, pasti kami terjebak di mall dan kena tsunami,”tuturnya di akun media sosialnya.
Bahkan, Irma merasa bersyukur karena suaminya selamat karena menunaikan ibadah shalat magrib lebih awal. Karena, suaminya ditugaskan menjaga anjungan pantai sejak pukul 16.00 WIT. Namun, saat azan berkumandang, suaminya langsung turun dari anjungan untuk menunaikan shalat Magrib.
Setelah gempa, dengan meninggalkan motor, suaminya harus lari sejauh 7 kilometer menghindari sapuan tsunami. “Coba kalau lambat, pasti kena sapu tsunami, tak terbayangkan,”kenangnya.
Bahkan di rumah, Irma juga merasa bersyukur. Tandon tempat penyimpanan air yang jatuh, tutupnya langsung terbuka. Jika tidak, maka akan menimpa mobilnya yang saat itu anak-anak mereka masih berada dalam mobil.
“Untung saya dan anak-anak tidak di dalam rumah pas kejadian. Kalau dalam rumah pasti sudah terjebak atau kena runtuhan batu yang jatuh. Ya Allah begitu besar kuasamu buat saya dan keluarga. Kami yakin ada hikmah yang indah dibalik semua cobaanmu,”ucapnya.
Malam itu, Irma tidur di luar rumah. Rumahnya hancur. Begitu pagi tiba, seiring azan subuh juga terdengan suara rintihan dan tangisan.
“Walaupun rumah sudah hancur, motor hanyut di bawa air tapi saya, keluarga, mertua dan ipar selamat dari gempa. Kami tidak pernah pernah berhenti berdoa, meminta pertolongan kepada Allah,”tutupnya. (yose)