Sidang Lanjutan Kasus Dugaan Korupsi di HB Sa’anin Hadirkan Lima Saksi

pemprov.go.id

PADANG-Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi pembangunan fisik di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) HB Saanin kembali digelar Senin (14/1) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Padang. Pada kesempatan itu Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan lima orang saksi.

Taufik Hidayat, salah seorang saksi yang merupakan ketua tim pengadaan yang ditunjuk berdasarkan surat Direktur RSJ HB Saanin itu mengatakan, dalam proyek RSJ itu ada dua tahap yang dipersiapkan oleh tim pengadaan yaitu tahap perencanaan dan pelaksanaan proyek.

Selain Taufik Hidayat, jaksa juga menghadirkan empat saksi lainnya yaitu Sekretaris pengadaan Septianda, dan tiga anggota pengadaan, yaitu Masriri, M Arif, dan Dedy Wahyudi.

Dari persidangan diketahui, lelang untuk pengerjaan fisik RSJ itu awalnya ada 115 perusahaan yang mendaftar, namun yang memasukkan penawaran hanya lima perusahaan.

Tiga di antara perusahaan itu dinyatakan gugur karena tidak memenuhi evaluasi teknis, lalu tersisa dua perusahaan untuk dilakukan evaluasi harga hingga dimenangkan CV. Yunanda dengan masa pengerjaan seratus hari. Sementara lelang perencanaan dimenangkan oleh CV Geo Enginering. Untuk konsultan pengawas dilakukan sistem pengadaan langsung yang dimenangkan CV Nugraha Chakti.

Perusahaan itu diketahui mendapat rekomendasi dari Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), namun saksi Septianda mengklaim perusahaan tersebut tetap dievaluasi sesuai persyaratan dan ketentuan.

Dari pertanyaan salah seorang penasehat hukum yaitu Defika Yufiandra, diketahui pada 2014 pihak Inspektorat dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pernah melakukan pemeriksaan ke rumah sakit.

Seperti diketahui sebelumnya, dalam dakwaaan atas nama Kurniawan, bahwa terdakwa selaku direktur RSJ ditunjuk sebagai PA untuk pembangunan tirap dan penguatan tebing lahan di RSJ Saanin, dengan dana yang bersumber dari APBD Provinsi. Total anggaran untuk proyek ini sebesar Rp.2,075 miliar, sedangkan kemudian untuk pagu anggaran kontruksi fisik melalui anggaran perubahan tanggal 4 November 2013 mengalami perubahan senilai Rp.1,79 miliar.

Selanjutnya, untuk melaksanakan program kegiatan itu, terdakwa Kurniawan pada 10 Januari 2013 menunjuk Bentoniwarman sebagai Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK). Padahal saat itu terdakwa Kurniawan belum ditunjuk sebagai PA sesuai keputusan gubernur. Kemudian, setelah ditunjuk sebagai PPTK, pada 15 Februari Bentoniwarman membuat telaah staf perihal perencanaan pembangunan senilai Rp91 juta kepada PA. Pada 18 Februari Kurniawan selaku PA menyetujuinya.

Menindaklanjuti telaah staf dari PPTK, Erizal selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) pada 18 Februari menandatangani surat yang ditujukan kepada Kepala Panitia Lelang Pengadaan agar proses pelelangan bisa segera dilaksanakan.

Selanjutnya, Kurniawan kemudian membentuk panitia pengadaan barang dan jasa tanggal 18 Februari yang diketuai oleh Taufik Hidayat (saksi). Hingga kemudian Taufik menandatangani surat pengumuman pra kuilifikasi pada 23 Februari, yang dilanjutkan dengan dilakukannya pelelangan jasa konsultasi untuk pembangunan itu.

“Dari hasil laporan pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, tindakan korupsi ini menyebabkan kerugian pada keuangan negara sebesar Rp124 juta lebih,” kata JPU Muhasnan, saat membacakan dakwaan. Adapun uraian pekerjaan yang didata BPK, yakni kekurangan volume senilai Rp316,231 juta, pekerjaan yang tidak sesuai kontrak senilai Rp16,93 juta, pekerjaan yang tidak dikerjakan senilai Rp16,3 juta dan kelebihan volume senilai Rp225,4 juta.

Perbuatan terdakwa ini, kata JPU, sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang RI No.31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tipokor sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI No.20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tipikor Jo. Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. (wahyu)