Siapkan Tanaman Bunga Sumber Pakan, Batu Busuk Kembangkan Galo-galo

Suasana di lokasi pengembangan galo-galo. Ist

PADANG-Mungkin tak banyak masyarakat yang tahu, galo-galo merupakan kerabatnya lebah yang sama-sama menghasilkan madu. Sama halnya dengan madu hutan (Apis dorsata) atau madu dari peternakan lebah (Apis cerana atau A. melifera), madu galo-galo juga mengandung segunung khasiat dan manfaat.

Madu galo-galo mengandung antioksidan, menurunkan tekanan darah dan kolesterol jahat, mempercepat penyembuhan luka, dan meningkatkan imunitas. Propolis galo-galo dilaporkan memiliki kandungan antioksidan, antiseptik, anti-inflamasi, anti bakteri dan mendorong imun tubuh.

Produk lainnya yaitu bee polen juga dilaporkan berkhasiat untuk kecantikan. Kedua produk sampingan ini juga bernilai tinggi tidak kalah dengan madunya. Apa yang membedakan galo-galo dengan lebah? Lebah berukuran sedang hingga besar dan akan menyengat jika merasa terganggu. Reaksi alergi dan pingsan menjadi risiko yang tidak lagi semanis rasa madunya jika tersengat.

Sebaliknya galo-galo berukuran lebih kecil dan yang utama adalah tidak bersengat. Dengan demikian galo-galo relatif lebih aman untuk dibudidayakan di daerah pemukiman ataupun di daerah wisata. Bahkan peternakan galo-galo dapat menjadi destinasi wisata sendiri. Pengunjung dapat menikmati pengalaman mencicipi madu langsung dari sarangnya.

Batu Busuk, merupakan kampung yang selama ini sudah dikenal sebagai salah satu destinasi wisata di Padang. Melihat pada potensi alam yang dimilikinya, Batu Busuk memiliki kondisi yang ideal untuk pengembangan galo-galo.

Hal ini diutarakan oleh Rusdimansyah, S.Pt, M.Si Rabu (29/9/2021) sewaktu melakukan survei lokasi untuk peletakan sarang koloni galo-galo. “Tanaman pohon sebagai sumber getah atau resin bagi galo-galo tersedia melimpah dan lokasinya relatif jauh dari areal pertanian yang menggunakan pestisida sintetis,” ujar dosen Fakultas Peternakan Unand ini.

Rusdimansyah, bersama tim dari LPPM Unand melalui skim kemitraan masyarakat 2021 akan melakukan pendampingan dan pelatihan bagaimana membudidayakan galo-galo. Kegiatan ini merupakan bagian dari kegiatan berkelanjutan pengembangan wisata Batu Busuk yang diketuai oleh Dr. P.K. Dewi Hayati. Kegiatan pengembangan galo-galo ini nantinya akan berkolaborasi dengan Dinas Kehutanan Sumatera Barat.

Sebelum penempatan galo-galo di pemukiman, ada beberapa hal yang mesti disiapkan terlebih dahulu agar peluang keberhasilan pembudidayaan dan produktivitas madu yang dihasilkan tinggi. Walaupun terdapat banyak pohon buah-buahan di Batu Busuk, namun pohon tersebut tidak berbunga sepanjang musim. Oleh karena itu penanaman vegetasi yang dapat menjadi sumber polen dan nectar dalam jumlah yang cukup dan terus menerus menjadi sangat penting.

Sambil menunggu kesiapsediaan koloni galo-galo untuk diperbanyak, maka penyiapan vegetasi sebagai sumber pakan bagi kelulut, nama lain galo-galo telah dilakukan. Beberapa tanaman hasil introduksi dari luar dibibitkan dan diperbanyak melalui stek seperti Xanthostemon, Porana dan Dombeya.

Tanaman Air Mata Pengantin (AMP) merupakan pilihan bunga lokal terbaik karena adaptasinya luas pada berbagai kondisi tanah dan bisa diperbanyak dengan mudah melalui biji ataupun stek batang. Tanaman yang berasal dari Meksiko ini merupakan tanaman merambat sehingga cocok dikembangkan sebagai tanaman hias pergola. Total ada 10 jenis tanaman bunga yang telah dibibitkan oleh tim bersama anggota HKm pada Sabtu (2/10).

Beberapa aspek untuk pengembangan wisata pada kawasan HKm ke depan telah disepakati sebelumnya antara ketua tim pelaksana dari LPPM Unand Dr. P.K. Dewi Hayati, HKm Padang Janiah Abdurahman, pendamping dari Dinas Kehutanan Nur Hidayata Syaiful, SSi, Pokdarwis Syamsi dan ketua RW Batu Busuk Anwar.

Ada dua kegiatan berkaitan aktivitas Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) HKm yang akan dilakukan. Tim bersama Rusdimansyah, akan mendampingi pengembangan galo-galo sebagai salah satu objek wisata yang akan dikelola oleh HKm. Kegiatan lainnya adalah pendampingan pengembangan destinasi wisata di dalam kawasan HKm yang dimotori oleh Prof. Yonariza dan Prof Rudi Febriamansyah (*).

(Penulis adalah Ketua Pelaksana Pendamping Wisata Batu Busuk dari LPPM Unand)