Ribuan Santri Ikuti Upacara  Hari Santri Nasional di Halaman Kantor Bupati Dharmasraya

Suasana upacara Hari Santri Nasional ke 7 di halaman kantor Bupati Dharmasraya.

PULAU PUNJUNG –
Ribuan santri yang berasal dari sejumlah pondok pesantren di diwilayah Dharmasraya mengikuti upacara Hari Santri Nasional ke 7 di halaman kantor Bupati Dharmasraya, Sabtu (22/10/2022). Dharmasraya dipercaya sebagai pusat upacara hari santri oleh Kementerian Agama Provinsi Sumatera Barat. Bupati Sutan Riska Tuanku Kerajaan bertindak sebagai pembina upacara bendera.

Hadir pada kesempatan itu, Kakanwil Kementerian Agama Provinsi Sumatera Barat, Helmi, Ketua DPRD Dharmasraya, Pariyanto, Kapolres, AKBP Nurhadiansyah, Ketua Pengadilan Agama Pulau Punjung, M. Rifa’i, Kepala Kantor Kementerian Agama Dharmasraya, Okto Verisman, dan unsur forkopimda lainnya.

Bupati Sutan Riska membacakan amanat Menteri Agama RI, Yaqut Cholil Qoumas, yang berbunyi, bahwa Presiden Joko Widodo melalui Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 2015 telah menetapkan tanggal 22 Oktober sebagai Hari Santri.

Penetapan 22 Oktober merujuk pada tercetusnya “Resolusi Jihad” yang berisi fatwa kewajiban berjihad demi mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Resolusi Jihad ini kemudian melahirkan peristiwa heroik Tanggal 10 Nopember 1945 yang peringati sebagai hari Pahlawan.

“Sejak ditetapkan pada tahun 2015, kita setiap tahunnya selalu rutin menyelenggarakan peringatan Hari Santri dengan tema yang berbeda. Untuk tahun 2022 ini, peringatan Hari Satri mengangkat tema “Berdaya Menjaga Martabat Kemanusiaan,” ungkapnya.

Maksud tema Berdaya Menjaga Martabat Kemanusiaan adalah bahwa santri dalam kesejahteraannya selalu terlibat aktif dalam setiap fase perjalanan Indonesia. Ketika Indonesia memanggil, santri tidak pernah mengatakan tidak. Santri dengan berbagai latar belakangnya siap sedia mendarmabaktikan hidupnya untuk bangsa dan negara.

Dulu, ketika Indonesia masih dijajah, para santri turun ke medan laga berperang melawan penjajah. Menggunakan senjata bambu runcing yang terlebih dahulu didoakan Kia Subchi Parakan Temanggung. Mereka tidak gentar melawan musuh.

Di Surabaya, resolusi jihad yang digelorakan Kiai Hasyim Asy’ari membakar semangat pemuda-pemuda Surabaya melawan belanda. Di Semarang, ketika pecah pertempuran lima hari di Semarang, para santri juga turut berada di garda depan perjuangan. Di tempat lainnya, sama santri selalu terlibat dalam peperangan melawan penjajah.

Pada masa, ketika Indonesia sudah memproklamirkan diri sebagai negara yang merdeka, santri juga tidak absen. KH Wahid Hasyim, ayah KH Abdurrahman Wahid adalah salah satu santri yang terlibat secara aktif dalam pemerintahan di awal-awal kemerdekaan. “Dialah bersama santri-santri dan tokoh-tokoh agama lainnya turut memperjuangkan emaslahatan umat agama agama di Indonesia,” bebernya lagi.

Pasca kemerdekaan Indonesia santri lebih semangat lagi memenuhi panggilan Ibu Pertiwi. Mereka tidak asik dengan dirinya sendiri, tetapu terlibat secara aktif di dunia perpolitikan, pendidikan, social, ekonomi dan ilmu pengetahuan selain juga agama. Catatan-catatan diatas menunjukkan bahwa santri dengan segala kemampuannya bisa menjadi apa saja. Sehingga mengasosiasikan santri hanya dengan bidang ilmu keagamaan saja tidaklah tepat.

Santri sekarang telah merambah ke berbagai profesi, memiliki keahlian bermacam-macam bahkan mereka menjadi pemimpin negara. Meski bisa menjadi apa saja, santri tidak melupakan tugas utamanya, yaitu menjaga agama itu sendiri. Santri selalu mengedepankan nilai-nilai agama dalam setiap perilakunya. Bagi santri, agama adalah mata air yang selalu mengalirkan inspirasi-inspirasi untuk menjaga dan menjunjung tinggi martabat kemanusiaan.

Menjaga martabat kemanusiaan atau hifszunnafs adalah salah satu tujuan diturunkannya agama di muka bumi. Tidak ada satupun agama yang menyuruh pemeluknya untuk melakukan tindakan yang merusak harkat martabat manusia. Sebagai insan yang selalu menjunjung tinggi nilai-nilai agama, santri selalu menjunjung nilai nilai kemanusiaan.