Ragam  

Ramadhan Zaman Rasulullah

M. Khudri

M Khudri

Ramadhan zaman Rasulullah jauh lebih berat dibandingkan sekarang. Ramadhan pertama di era Rasulullah dimulai tahun 2 Hijriyah atau 644 Masehi. Umat Islam yang baru berjumlah beberapa ribu, itu terkosentrasi di Madinah, mereka Muhajirin yaitu rombongan kaum hijrah dari Madinah dan suku Arab Madinah yang terdiri dari suku Auz dan Khazraj. Dibandingkan dengan penduduk Arab secara keseluruhan, kaum muslimin waktu itu adalah minoritas, maka mereka yang berpuasa Ramadhan era permulaan Islam tentu masih sangat sedikit walaupun tradisi puasa sudah menjadi kebiasaan budaya Arab sejak dulu kala.

Selama hidupnya Rasulullah hanya 9 kali menikmati puasa Ramadhan, itu pun dua kali Ramadhan dilalui Rasulullah dan pengikutnya dalam suasana perang yakni Perang Badar, pada tahun ke dua Hijrah hanya 2 bulan setelah perintah puasa itu disampaikan Allah dan Penaklukan Mekah atau Fathul Makkah tahun 8 Hijrah atau 632 Masehi. Pada waktu perang, Rasulullah memerintahkan umat Islam yang ikut berperang untuk tidak berpuasa.

Ramadhan yang dialami Rasulullah tanpa peperangan, beliau memberikan contoh cara berpuasa dan prilaku sebagai orang yang berpuasa. Beliau dan sahabatnya bersama sama melihat hilal diakhir bulan Syaban dan akhir Ramadhan untuk memastikan awal dan akhir Ramadhan, diikuti oleh seluruh umat Islam dengan patuh.

Rasulullah juga memerintahkan agar tidak berpuasa dua hari diakhir bulan Sya’ban kecuali hari yang disunnahkan berpuasa seperti hari Assyura. Rasulullah memberikan contoh tentang sahur dan berbuka, ibadah ibadah malam, bersedekah dan membayarkan zakat fitrah pada akhir Ramadhan.

Bagi umat Islam awal di Madinah suasana Ramadhan adalah suasana yang sangat membahagiakan. Kehidupan masyarakat Madinah yang turun temurun dipenuhi konflik terutama sesama kelompok suku Arab yakni Auz dan Khazraj disamping Yahudi dan Kristen yang selalu berselisih soal hegemoni kepemimpinan, dengan kehadiran Rasulullah dan suasana Ramadhan, kehadiran Rasulullah dan Ramadhan membuat mereka hidup nyaman dan bahagia.

Penduduk Madinah membutuhkan tokoh yang mampu menyatukan mereka yang telah berselisih berketuruan tak berkesudahan. Rasulullah mampu menyatukan apalagi dengan menghadirkan agama Rahmatanlil alamin yakni Islam, akhirnya mereka bersatu.

Suasana damai itu makin indah ketika Ramadhan. Memang di era Islam awal Madinah, tradisi salat tarawih berjamaah belum ada, tapi Rasulullah telah mencontohkan amal sosial di bulan puasa. Beliau sering mengumpulkan orang orang miskin untuk berbuka puasa dan sahur, hal mana menjadi ikutan kaum muslimin kaya Madinah.
Beliau juga banyak bersedekah pada Ramadhan. Dalam hadist yang diriwayatkan Tirmidzi Rasulullah mengatakan bersedekah yang paling baik itu adalah pada Ramadhan.

Ibadah Rasulullah pada Ramadhan lebih banyak dibanding bulan lainnya. Bersama orang banyak Rasulullah salat malam Ramadhan setelah salat Isya sebagaimana yang diriwayatkan Aisyah isteri beliau, sebanyak 8 rakaat tambah 3 witir. Tapi salat malam bersama sahabat sahabat tertentu bahkan sampai 60 rakaat. Beliau menegaskan bahwa salat tarwih bukanlah ibadah wajib, tapi sunnah, namun oleh Rasulullah tak pernah ditinggalkan.

Bahkan diriwayatkan selain salat malam dalam kesendiriannya beliau dimalam Ramadhan, setiap malam ditemani Malaikat Jibril. Rasulullah setiap malam bertadarus Alquran dengan Jibril, kecuali malam itikaf terakhir sebelum akhir hayat beliau. Kata anak Rasulullah, Fatimah Azzahrah. Tidak hadir nya Jibril bersama Rasulullah di itikaf terakhir pertanda beliau akan wafat.

Tentang malam Qadar, bagi Rasulullah malam Qadar bukanlah hal yang langka seperti kita. Suatu malam diturunkan Malaikat dan Ruh, dialami Rasulullah setiap malam Ramadhan.

Karena itu beliau menganjurkan kita untuk mengikuti cara-cara beribadah beliau baik cara berpuasa dan ibadahnya maupun kesungguhan untuk mendirikan Ramadhan. “Siapa yang mendirikan Ramadhan dengan penuh iman dan taqwa maka diampuni semua dosa-dosanya.” (*)