Hukum  

PUM Nagari Lubuk Besar Gugat PT TKA ke Pengadilan Negeri

Ilustrasi. (*)

PULAU PUNJUNG – Penguasa Ulayat Menggugat ( PUM) Nagari Lubuk Besar, Kecamatan Asam Jujuhan, Kabupaten Dharmasraya, gugat perusahaan kelapa sawit PT. Tidar Kerinci Agung ( TKA) ke pengadilan negeri. PUM menilai PT TKA telah membongi masyarakat sehubungan dengan sertifikat HGU yang dimiliki perusahaan kelapa sawit tersebut.

Menurut keterangan PUM Nagari Lubuk Besar, R.Hamdani, CH, Anton Datuak Malin, Elan Jailani dan sejumlah pemuka masyarakat setempat, berdasarkan SK Mendagri No.4/HGU/ 1986 tertanggal 5 April 1986, hak atas tanah PT TKA di Kabupaten Dharmasraya yang sebelumnya Kabupaten Sijunjung hanya seluas 16.183 hektar. Atas tanah tersebut telah terbit HGU No.1 Tanggal 12 Agustus 1986.

“PT TKA mengusai lahan jauh melebihi izin yang diberikan. Termasuk ulayat kami PUM yang diambil paksa oleh perusahaan tersebut dengan memperalat oknum aparat. Perkara ini sudah 15 kali disidangkan,” terang R.Hamdani.CH kepada Topsatu.com, Rabu (23/6/2021).

Lanjut R.Hamdani.CH, lahan yang dikuasi PT TKA tersebut sudah ditanami kelapa sawit pada 1988 dan 1991. Kemudian pada 1992 PT TKA merekayasa skenario keterangan palsu dan rangkaian kebohongan, seolah- olah hak ulayat PUM di Dusun Koto Ubi seluas 870 hektar ditahan masyarakat dan tidak dapat dibebaskan. Maka PT TKA mengajukan permohonan lahan pengganti seluas 7.404 hektar di kawasan Hutan Sungai Suir yang terletak di Nagari Lubuk Besar. Pemda Sumbar mengabulkan permohonan tersebut. Sementara encleve terhadap ulayat Dusun Koto Ubi 870 hektar yang kata pihak PT TKA tidak bisa diselesaikan tersebut ternyata tidak benar. Artinya PT TKA telah mengajukan permohonan dan keterangan palsu.

“Dari data dan bukti- bukti yang kami kumpulkan, kawasan Hutan Sungai Suir yang dimohonkan PT TKA sebagai lahan pengganti sudah ditanami kelapa sawit oleh pihak perusahaan sebelum izin diberikan. Kami menduga Pemda Sumbar melegalkan permohonan PT TKA tanpa cek lokasi,” terangnya.

R.Hamdani.CH menambahkan, bukti lain yang didapatkan PUM, ternyata lahan enclave seluas 870 hektar tersebut ditambahkan ke lahan pengganti 7.404, dan diajukan oleh PT TKA untuk diterbitkan sertifikat HGU. Oleh BPN diterbitkan sertifikat HGU nomor 2 tanggal 21 Februari tahun 1995, sekarang telah menjadi HGU Nomor 4 Dharmasraya ditas tanah seluas 8.077. Maka legallah lahan jarahan seluar 7.404 hektar tersebut ditambah lahan kebohongan 870 hektar.

“Hal ini jelas perbuatan melanggar hukum,” tegas R.Hamdani. CH.

Menurut, R.Hamdani.CH, pihak PT TKA juga memiliki tumpang tindih hak sertifikat HGU yang diterbitkan pihak BPN Nomor 1 Tahun 1996 dan sertifikat Nomor 2 Tahun 1995 diatas lahan seluas 870 hektar. Sementara sebelumnya lahan 870 hektar tersebut sudah masuk kedalam lahan seluas 16.182 hektar dan bersertifikat HGU Nomor 1 Tahun 1986.

“Kebenarannya HGU Nomor 2 Tahun 1995 bukan terletak di lahan 8.077 melainkan terletak dilahan seluas 16.182 hektar yang telah bersertifikat HGU Nomor 1 Tahun 1986. Dengan demikian sertifikat HGU Nomor 4 Dharmasraya yang sebelumnya HGU Nomor 2 diatas objek perkara 7.404 hektar adalah salah tempat hak. Hal ini sesuai dengan hasil pemeriksaan sidang, dimana majelis hakim meminta men cek HGU Nomor 2 Tahun 1995 menggunakan Global Positioning Sistim ( GPS), dan ternyata tidak terlacak atau tidak terdeteksi sertifikat HGU nya,” jelasnya.

Persoalan lain adalah lanjut, Anton Dt Malin, sehubungan dengan persoalan yang disebutkan diatas, Nagari Lubuk Besar akan lenyap dari muka bumi ini lantaran Nagari Lubuk Besar masuk dalam HGU PT TKA. Ini terbukti dalam Gambar Situasi ( GS) sertifikat Nomor 4 Dharmasraya.

“Kami menduga ini adalah skenario PT TKA untuk menghilangkan Nagari Lubuk Besar. Ini adalah kejahatan kemanusian dan harus dihentikan,” pungkasnya.