Populasi Empat Spesies Primata di Mentawai Menurun

PADANG – Empat jenis primata (mamalia yang menjadi anggota ordo biologi Primates) yang hanya dimiliki Kepulauan Mentawai saat ini terjadi penurunan terhadap jumlah populasinya. Sebagai upaya pelestarian empat spesies di kawasan konservasi di Taman Nasional Siberut ini pun perlu kepedulian dari masyarakat serta pihak yang berkompeten dalam hal pelestarian empat jenis primata ini.

Hal itu dikatakan Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati, Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (Ditjen KSDAE) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Indra Exploitasia Semiawan saat membuka “Workshop Konservasi Primata Edemik Kepulauan Mentawai di Taman Nasional Siberut”, Senin (15/10) di Axana Hotel.

Ia mengatakan, dari empat spesies primata edemik ini ada satu jenis yang menjadi prioritas pemerintah dalam pelestarian pada konservasi nantinya, yaitu primata jenis bilou atau siamang kerdil (Hylobates klosii). Pemerintah pun menurut Indra juga ikut terlibat dan memantau upaya pelestarian ini.

“Saya mengapresiasi upaya pihak-pihak yang peduli dengan pelestarian empat jenis primata ini,” katanya.

Indra juga menyebutkan, saat ini ada sekitar 918 jenis satwa dan tumbuhan yang masuk ke dalam daftar yang dilindungi. Pelestarian satwa dan tumbuhan dilindungi ini pun tidak hanya dipusatkan di Taman Nasional Siberut, namun untuk 527 tempat konservasi yang ada di Indonesia juga akan digerakkan agar upaya pelestarian bisa berjalan dengan baik.

Sementara itu, Kepala Balai Taman Nasional Siberut, Haris menyebutkan bahwa adapun empat spesies primata edemik yang ada di kawasan konservasi yaitu bilou atau siamang kerdil (Hylobates klosii), simakobu atau monyet ekor babi (Simias concolor), bokkoi atau beruk mentawai (Macaca pagensis), dan joja atau lutung mentawai (Presbytis potenziani).

Perwakilan dari Taman Safari Indonesia, Walberto Sinaga menjelaskan bahwa dari hasil penelitian di Hutan Bekemen beberapa bulan lalu ada satu spesies yang masuk ke daftar paling terancam populasinya, yakni simakobu atau monyet ekor babi (Simias concolor).

Disebutkannya, ada beberapa hal yang membuat populasi spesies primata ini terancam, seperti misalnya adanya peralihan lahan menjadi kawasan kebun sawit, perumahan dan perkebunan masyarakat. Selain itu di kawasan tersebut masih sering terjadi perburuan.

“Dulu biasanya perburuan menggunakan panah, sekarang ada masyarakat yang berburu menggunakan senapan angin. Padahal perburuan dulunya hanya pada tupai yang dianggap sebagai hama, sekarang juga masih ada yang memburu spesies primata ini juga,” kata Berto. (wahyu)