Polemik PLTA Koto Panjang, Sumbar-Riau Heboh Gara-gara Kemendagri

PLTA Koto Panjang. (ist)

Padang – Kementerian Dalam Negeri, asal menulis saja sehingga dua provinsi bertengga nan damai, kini ribut. Pangkal bala jilatang hanyutnya, sepucuk surat tertanggal 5 Mei 2020 yang ditujukan kepada GM PT PLN Sumatera Bagian Utara, tentang pajak air permukaan (PAP) PLTA Koto Panjang, harus dibayarkan ke Riau.

Selama ini pajak waduk PLTA itu, dibayarkan kepada Riau dan Sumbar,karena waduk memang berada di dua wilayah provinsi itu. Waduk dibangun dengan menengelamkan 10 nagari/desa. Rinciannya Sumbar ( 2) dan Riau (8). Desa/nagari itu: tanjuang Balik, Tanjuang Pauh (Sumbar). Kemudian, Tanjuang Alai, Pulau Gadang,Pongkai, Muaro Mahek, Batu Bersurat, Muara Takus, Gunung Bungsu dan Koto Tuo di Kampar, Riau

Tak tahu kenapa Kemendagri bisa langsung-langsung saja berkirim surat ke GM PLN, yang semestinya ke direktur PLN. Surat itu bernomor 973/2164/Keuda yang ditandatangani Plt Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah, Dr Dr Moch Ardan. Isinya yang memicu konflik ada pada point 3.a : DAS, hulu dan hilir dapat dipadang sebagai satu kesatuan sumber daya air, tetapi dalam konteks perpajakan, titik pajaknya adalah titik dimana air tersebut dimanfaatkan. Oleh PLN “Dimana air tersebut dimanfaatkan” jelaslah itu turib PLTA Koto Panjang berada. Jawabnya di Riau, maka pajak dibayar ke Riau.

Di sisi lain, Direktur PLN Regional Bisnis Sumatera, Waluyo K, kepada Singgalang, Ahad (2/7) menyebutkan, PLN tidak bisa berbuat sendiri. “Kami mematuhi putusan pemerintah dalam hal ini, Kemendagri. Jika ada putusan lain, pasti akan kami ikuti,”katanya.

Di tempat terpisah, anggota DPR-RI Andre Rosiade, menyebutkan, ia juga telah bicara dengan Dirut PLN Zulkifli Zaini. Ia minta pada PLN untuk tidak membayarkan apapun, sebelum masalah selesai. Menurut Andre, petinggi bangsa ini, jangan berpijak di atas karpet yang menutupi sejarah, apalagi pejabat kemendagri, sebab akan membuat sengkarut saja. “Makanya, jika menjadi pejabat, jangan asal buat surat, pelajari sejarah. Bagaimana waduk PLTA Koto Panjang itu bisa ada. Dirjen tidak tahu, berapa pengorbanan rakyat Sumbar untuk waduk itu.

“Malu saya ada pejabat dengan sebuah tanda-tangan, merobek kedamaian dua provinsi yang satu sama lain bersaudara. Selain malu, sebenarnya juga marah,” kata dia.

Andre mendesak, Ketua DPRD Sumbar, Supardi untuk membuat surat protes dan segera menemui Mendagri Tito Karnavian. Anggota Komisi VI DPR RI itu mempertanyakan hilangnya hak Sumbar PAP waduk Koto Panjang kepada direksi PT PLN. Setelah mengumpulkan masukan dan aspirasi tokoh, Sumbar sangat dirugikan dengan keputusan tersebut.

“Kami sudah banyak dapat masukan dan aspirasi dari tokoh-tokoh masyarakat Sumbar. Apalagi terkait ‘hilangnya’ dua nagari untuk pembuatan waduk tersebut. Tentunya ini sangat merugikan masyarakat Sumbar,” kata ketua DPD Partai Gerindra Sumbar itu, Minggu (2/8).

Andre menyebutkan, Senin (9/8) dia akan mempertanyakan hal ini kepada Menteri BUMN Erick Thohir dan direksi PLN. Dia akan berjuang maksimal agar Sumbar jangan sampai kehilangan haknya. “Kami akan berjuang secara resmi melalui DPR RI. Agar masalah ini cepat selesai dan tuntas,” kata Andre Rosiade.

Sebelumnya PAP dari PT PLN Rp3,4 miliar, dibagi dua untuk Riau dan Sumbar. Surat Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri membuat pajak itu semuanya masuk ke Riau.

Anggota DPRD Sumbar tersentak dan tersinggung. Anggota dewan, Nurnas di berbagai media yang kemudian dilanjutkan rapat di Komisi III yang dipimpin Afrizal, menyimpulkan, DPRD Sumbar sangat menyesalkan pernyataan tersebut berasal dari anggota DPRD Riau yang seakan-akan melupakan sejarah pembangunan PLTA Koto Panjang.

“Melupakan pengorbanan rakyat Sumbar atas tenggelamnya 2 nagari di Limapuluh Kota . Bagaimana masyarakat Sumbar berjuang sampai ke Jepang untuk mendapatkan dana pembangunan waduk tersebut,” pungkas Nurnas. (001)