Perjuangan Ritno Kurniawan, Mengubah Pembalak Kayu Jadi Pemandu Wisata

Ritno Kurniawan menerima penghargaan Satya Lencana Kepariwisataan 2019 dari Menteri Pariwisata RI Arief Yahya, Sabtu 17 Agustus kemarin. (ist)

PARIK MALINTANG – Ketika kembali ke kampung halamannya setelah merampungkan studi di Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, pada 2012, Ritno Kurniawan menghadapi kenyataan yang menyedihkan. Potensi alam berupa pemandangan dan kekayaan hayati hutan adat Gamaran serta Bukit Barisan di sekitar Padang Pariaman terancam rusak akibat pembalakan kayu liar oleh warga setempat.

Setiap hari sekitar 10-15 batang kayu dihanyutkan di sungai yang airnya sangat jernih. Ia khawatir jika pembalakan ini tidak dihentikan, tidak lama lagi sungai yang jernih berubah keruh, bahkan kering. Pemandangan hijau rimbunan pohon berganti menjadi tanah gersang. Berawal dari kegelisahan ini, Ritno terpacu untuk bertindak. Ide yang ditawarkan kepada para pembalak kayu liar adalah potensi ekowisata di korong (dusun) Gamaran Lubuk Alung, Padang Pariaman, dengan wisata Air Terjun Nyarai yang indah.

Pada awalnya, kehadiran Ritno di Lubuk Alung dicurigai warga. Dia bahkan sempat diusir karena disinyalir menjadi intel polisi yang memata-matai kegiatan penebangan kayu liar di Lubuk Alung. Dengan kesungguhan hati, Ritno terus membaur dengan warga, serta mendekati ninik mamak di Lubuk Alung sebagai pemangku adat dan tokoh sentral masyarakat setempat.

Usaha tanpa putus asa itu akhirnya membuahkan hasil. Ritno mulai diterima dan diizinkan untuk membuka jalur tracking ke Air Terjun Nyarai. Saat itu, Ritno hanya ditemani oleh tiga sampai empat pemuda Lubuk Alung untuk membuka jalur tracking, membuat jembatan sederhana, dan membuat selebaran sebagai sarana promosi yang ia sebarkan di sela perlombaan Tour de Singkarak.

Wisatawan mulai berdatangan dan dalam hitungan bulan mencapai 25-30 orang. Masyarakat pun akhirnya menyadari dengan menjadi pemandu wisata, mereka bisa mendapatkan uang yang sama, bahkan lebih besar, seperti ketika mereka menebang pohon. Mereka secara bertahap mulai beralih profesi dari pembalak kayu liar menjadi pemandu wisata. Kondisi kian berubah. Para wisatawan pun diwajibkan menanam pohon di kawasan hutan lindung tersebut.

Ritno yang lahir 3 Mei 1986, besar dan tamat SD di Singguliang Lubuk Alung ini mulai mencari informasi ke kantor Kabupaten Padang Pariaman tentang prosedur dan perizinan mengelola sebuah kawasan wisata. Dinas terkait menyarankan Ritno membentuk Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis), sehingga pada 2013 terbentuk Pokdarwis LA Adventure.

Kini LA Adventure memiliki kurang lebih 170 pemandu. Di antaranya 25 orang sudah menerima sertifikat dari Asosiasi Pemandung Gunung Indonesia (APGI), bahkan 10 orang memegang sertifikat internasional untuk extreme adventure dari National Geographic. Dari 170 pemandu tersebut, hampir 80 persen awalnya adalah pembalak kayu liar. Mereka akhirnya dengan sukarela beralih profesi menjadi pemandu wisata.

Ritno, anak tiga bersaudara ini bersama timnya meyakini bahwa selama mereka bisa menjaga kelestarian lingkungan hutan, selama air jernih masih mengalir dari Nyarai, dan selama warga Lubuk Alung masih menjaga kearifan warisan leluhur, Ekowisata Air Terjun Nyarai akan tetap hidup.

Pada 2014 menjadi tahun booming-nya objek wisata Air Terjun Nyarai di kalangan masyarakat di Sumatera Barat. Keinginan masyarakat setempat untuk bergabung dalam mengembangkan Air Terjun Nyarai mulai terlihat. Banyak dari mereka yang memilih meninggalkan aktivitas pembalakan kayu untuk menjadi pemandu wisata.

Berawal dari lima orang, hingga kini sudah terdapat 175 pemandu wisatawan. Mereka berasal dari para mantan penebang kayu di hutan Gamaran. Di era booming-nya, objek wisata Air Terjun Nyarai dapat dikunjungi 1.000 hingga 2.000 wisatawan setiap minggunya. Bak seperti ‘bayi’ yang baru lahir, Ritno dan timnya dituntut untuk berlari kencang.

Kini perubahan pun terasa, masyarakat yang dahulunya sebagai penebang kayu telah merasakan perubahan ekonomi mereka dari menjadi pemandu wisata. Status inpres desa tertinggal di kawasan Air Terjun Nyarai pun juga dicabut. “Jadi mulai banyak gabung (masyarakat) barulah kita buat pelatihan-pelatihan secara mandiri kepada mereka para mantan penebang kayu. Kita edukasi sendiri. Kemudian kita ajak pihak pemerintah setempat untuk menanyakan bagaimana mengelola lebih baik lagi,” kata Ritno.

Melalui Dinas Pariwisata dan Olahraga, Ritno disarankan untuk membentuk Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis). Bernama LA Adventure, Pokdarwis Ritno ini pun mendapat juara lomba versi Kementerian Pariwisata pada 2014 karena membawa perubahan besar. Tidak hanya penghargaan tingkat nasional itu saja, Pokdarwis Ritno juga menjadi juara 1 Asosiasi outdoor Eropa (EOCA) 2016.