Opini  

Pada Pagi Idul Fitri, Salam Hangat untuk Negeri

Khairul Jasmi

Khairul Jasmi

Pagi Idul Fitri, seperti Jumat (21/4) ini, yang paling enak adalah “berbuka” dengan apapun. Tentu antara lain, dengan ketupat dilengkapi kerupuk merah.

Maaf lahir batin di lebaran kembar ini. Bukan sekolah kita hisab dan rukyat maka ikuti saja, salah satunya.

Dan semalam hujan turun seperti membawa pesan khusus, lebat sekali, lebih lebat dari pesan-pesan di WA yang mengucapkan Selamat Lebaran.

Saya menikmati secangkir kopi, tak ingat persis dulu waktu kecil, apa yang saya santap tiap pagi Idul Fitri seperti ini, rasanya ada ketupat dan cemilan setelah mandi. Setelah itu pergi shalat ke masjid bersama kakek saya.

Suara takbir berkumandang di masjid dan mushalla sekarang, merobek pagi yang tenang. Pautan ingatan ke masa lalu, terungkai dan melintas-lintas. Di desa nan damai, yang riang.

Perayaan paling agung di negeri kita, hari yang hampir semua orang berpakaian baru. Tiap rumah menghidangkan apa yang ada. Berhati riang. Jika ingin melihat rakyat bergairah secara alami maka di hari raya inilah saatnya.

Semua pintu terbuka, kerja ditinggalkan, satu sama main saling sapa dan salam. Lalu sekarang ditambah atau diserahkan saja sepenuhnya pada pesan di WA.

Sebenarnya, hari raya adalah satu momen untuk mengisi ulang perspektif sosial umat Islam tentang kedamaian, kebersamaan dan filantropi, berbagi sesama.

Ini seperti lambaian dari langit yang memunculkan gairah bersama. Gairah atas agama yang kita anut.

Dan lebaran telah tiba, dengan bekal uang sebanyak dan sesedikit apapun, setiap orang keluar rumah atau di rumah saja menunggu tamu, adalah sebuah konfigurasi kelapangan hati paling manakjubkan dalam setahun.

Kota Padang seolah berhenti beraktivitas Jumat ini, tapi tidak. Misalnya, Semen Padang terus bekerja menghasilkan produknya, memberi kehidupan pada karyawannya dan masyarakat luas. Juga usaha-usaha lainnya.

Inilah yang disebut roda terus berputar. Dan: hari sudah terang, pukul 06.00 sekarang, langit jadi hamparan tinggi nan luas dengan sentuhan lukisan awan gemawan yang diam seolah menunggu anak manusia yang sebentar lagi akan shalat sunat.