PA GMNI Gelar Webinar Revitalisasi Pembangunan Hukum Berdasarkan Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika

Haryadi

LUBUK SIKAPING – Berkaca dari banyak peraturan perundang-undangan yang tidak selaras dengan tujuan negara ini, Persatuan Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional (PA GMNI) menggelar Webinar Nasional II bertajuk “Revitalisasi Pembangunan Hukum Berdasarkan Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika”.

Webinar dilaksanakan secara virtual, Jumat(30/4). Webinar ini merupakan rangkaian kegiatan Pra Kongres IV PA GMNI yang akan digelar di Bandung bulan Juni mendatang.

Ketua PA-GMNI Tanah Tuanku Kabupaten Pasaman, Haryadi mengatakan merasa kegiatan ini perlu di ikuti semua pihak terutama bagi penegak hukum dan yang bersentuhan langsung dengan peraturan perundang undangan.

Selain memberikan pencerahan lanjut Haryadi, juga mengulas kembali tentang keberadaan dan posisi hukum dalam tata negara yang juga menekankan kembali perspektif hukum di Indonesia dalam hukum di Indonesia, perjalanannya hingga hari ini.

“Menelisik wacana perhelatan dalam seminar web tentang Revitalisasi Pembangunan Hukum Berdasarkan Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika ini mendapat antusias dan sambutan baik dari kalangan alumni GMNI di Sumatera Barat” terangnya.

Dijelaskan Haryadi, menurut ketua Pokja Hukum Panitia Nasional Kongres IV PA GMNI, Dr Bayu Dwi Anggono, sesuai Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Dijelaskan, bahwa pembangunan nasional tidak dapat mencapai tujuan bernegara jika tidak disertai adanya suatu politik hukum yang jelas dan terarah, dalam konteks Indonesia, politik hukum yang jelas dan terarah adalah politik hukum yang bersumber pada Pancasila.

“Selama ini masih saja ditemukan keluhan dari warga tentang peraturan perundang-undangan yang dibentuk mengandung muatan diskriminatif dengan tidak mengingat keragaman bangsa Indonesia yang berbineka tunggal ika,” jelas Bayu Anggono.

Kondisi tersebut menurutnya, dapat dilihat secara kasat mata melalui banyaknya perkara yang ditangani Mahkamah Konstusi (MK) sejak berdiri 2003 bahwa Pancasila belum menjadi pedoman dalam penyusunan peraturan perundang-undangan itu sendiri.

Mengingat kondisi tersebut, Bayu menambahkan, maka gagasan revitalisasi pembangunan hukum berdasarkan Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika mendesak diimplementasikan.

Revitalisasi tersebut dijelaskan adalah memastikan kedudukan Pancasila sebagai cita hukum dipedomani oleh semua pihak mulai dari pembentukan hukum termasuk pelaksanaan dan penegakan hukum.

Maka dengan demikian, menurutnya, revitalisasi ini menitik fokuskan keberadaan Pancasila dijadikan sebagai paradigma dalam berhukum oleh segenap bangsa Indonesia.(Hendra)