Orangtuanya Belum Vaksin, Siswa “Dikucilkan”

ilustrasi

PASAMAN – Dampak wajib vaksin di Pasaman agaknya mulai merambah ke dunia pendidikan. Walimurid diancam dan anak ‘dikucilkan’. Bila ada walimurid murid yang belum divaksin, sang anak tidak boleh bersekolah tatap muka. Cukup belajar daring saja. Tidak boleh ikut ujian dan rapor pun tidak diberikan.

Beberapa orang tua sangat menyayangkan aturan semacam ini. Demi pencapaian target vaksinasi, dunia pendidikan dirambah.

Ini bukannya menjadi solusi untuk pencapaian target Pasaman 70 persen vaksinasi, yang ada masalah baru. Orang tua semakin menahan ego, pendidikan anak terganggu, ujung-ujungnya sang anak dianaktirikan.

“Ini sama saja pembodohan yang dilakukan pemimpin di Pasaman. Tidak adakah cara yang lebih cantik untuk mengajak masyarakat ikut divaksin? Dunia pendidikan jangan dirusak. Jangan rusak mental anak-anak kita, hanya karena sebuah target,” umpat Yolanda, salah seorang warga menyikapi kebijakan yang dikeluarkan Dinas Pendidikan di Pasaman.

Bicara aturan, tidak ada lagi aturan yang kurang dibuat oleh pemerintah perihal masyarakat yang tidak mau divaksin ini.

Salah satunya, aturan bagi masyarakat yang tidak divaksin, tidak dilayani apabila mengurus sesuatu di instansi pemerintahan atau instansi vertikal yang ada. Tidak divaksin, penerima BLT diputuskan. Banyak aturan lainnya.

“Sekeras apapun pemerintah membuat aturan, jika kesadaran orang atau sekelompok orang itu belum ada untuk sukarela divaksin, maka aturan ini hanya akan tinggal aturan. Kini, datang lagi aturan, anak yang orang tuanya belum divaksin tidak boleh sekolah tatap muka. Dilarang ujian, lapor tidak dibagikan. Berpikir kah pemimpin Pasaman saat mengeluarkan aturan ini. Dunia pendidikan jangan diganggu. Apalagi ini diterapkan untuk anak-anak yang bersekolah di jenjang SD,” kata Yolanda.

Perihal sudah divaksin atau belum, Yolanda sendiri mengaku sudah divaksin. Sebagai salah seorang walimurid, ia hanya menyayangkan aturan seperti ini.

“Saya sudah divaksin. Berani bukti. Saya berani komentar karena kita sudah banyak lihat bukti. Ada warga yang bersedia mundur dari penerima BLT bila tidak vaksin. Banyak sekelumit kisah kecerdikan masyarakat yang tidak mau vaksin ini untuk tetap berdikari di pendiriannya,” lanjut Yolanda.

Ia berharap, kebijakan Pemkab Pasaman untuk mendiskriminasi anak hanya karena ulah orangtuanya yang tidak mau divaksi ini, untuk dikaji ulang. Pikirkan cara yang lebih cantik dan pendekatan yang kuat kepada masyarakat untuk menyadarkan mereka akan pedulinya vaksin ini.

“Cara paling elegan, data setelah itu datangi oleh pihak sekolah bersama tim medis atau yang berkompeten. Beri penjelasan, pasti si orang tua melunak. Karena pada dasarnya kita orang Sumatera Barat masih menjunjung tingi rasa malu dan raso pareso,” pungkas Yolanda.

Menanggapi hal ini, Kepala Dinas Pendidikan Pasaman, Gunawan mengatakan, memang ada surat edaran bupati dan surat edaran dari Dinas Pendidikan perihal percepatan vaksinasi melalui peserta didik.