Ngeri-ngeri Sedap UKW di Bukittinggi

Pagi benar saya bangun sekarang. Enak rupanya, apalagi di Bukittinggi, yang paginya benar-benar aduhai. Sayup terdengar kokok ayam, suaranya merobek pagi. Sahut-sahutan. Tak lama kemudian, suara azan. Saya melongok dari balik kaca jendela, kaki-kaki kabut masih rendah seperti mengawal embun. Saya seriang anak-anak hari pertama sekolah. Dan Bukittinggi pada Sabtu (10/9) ini memang riang, paling tidak seperti yang saya rasakan.

Hari ini pertama pelaksanaan Uji Kompetensi Wartawan (UKW), saya satu dari wartawan Singgalang yang hari ini ikut empat orang. Koran saya ini jangan disebut, sudah jadi lembaga uji UKW. Orang agak ke agak saja, Singgalang sudah tuntas UKW. Salut-salut tangguang saya dibuatnya. Orang agak ke agak saja. Singgalang sudah lalu juga.

Pelaksanaan UKW itu sendiri, dilaksanakan di Kota Bukittinggi. Yang berjarak kurang lebih 50 Km dari tempat tinggal saya di Kota Payakumbuh. Saya adalah salah satu peserta UKW itu. Bukan main riangnya hati, ketika bisa menjadi salah satu peserta dari kegiatan itu. Awalnya saya sudah tidak begitu yakin akan menjadi salah satu peserta. Karena dari awal kegiatan itu akan dilaksanakan, kurang yakin akan lolos dalam penyaringan. Karena minimnya informasi yang diterima.

Namun setelah mencari informasi ke sejumlah teman dan pengurus PWI, akhirnya didapat persyarakat terkait UKW ini. Setelah menghubungi panitia kegiatan, yakni pengurus PWI Provinsi Sumatera Barat, akhirnya disuruh untuk melengkapi syarat administrasi yang telah disedikan. Ada 11 persyaratan yang meski dilengkapi.

Syarat sudah diisi, juga dilengkapi dan sudah dikirimkan kembali kepada panitia di provinsi. Namun saya tidak pernah diberitahu lagi tentang informasi UKW ini. Hati galau. Apakah saya lulus persyaratan administrasi ini dan bisa menjadi salah satu peserta atau tidak. Sampai seminggu sebelum hari pelaksanaan, kabar itu tidak juga datang.

Putus asa dan sedikit kecewa sudah datang menghampiri. Karena saya sudah merasa tidak lolos dalam seleksi administrasi. Ah, sudahalah. Yang penting sudah berusaha. Apa yang terjadi, terjadilah. Itu saja yang ada dalam pikirian ketika itu. Sebenarnya saya sangat ingin sekali ikut UKW itu. Karena profesi saya sebagai wartawan, harus diakui dengan kompetensi. Meski saya sudah menjadi wartawan yang berkompetensi, namun me refresh atau penyegaran ilmu harus juga dilakukan.

Selasa (6/9) malam, datang telephon dari Wakil Pimpinan Redaksi Widya Navies, menyuruh saya kembali untuk mengirim foto kartu kompetensi muda dan foto sertifikat UKW. Dan saat itu juga sekaligus menyampaikan bahwa saya menjadi salah satu peserta untuk ikut UKW di Bukittinggi. “Bule (panggilan saya di redaksi Harian Singgalang), kamu ikut UKW di Bukittinggi. Kamu salah satu peserta untuk jenjang Madya yang direkomendasikan dari kantor,” ujarnya ketika itu.

Mendengar kabar itu, hati ini sangat riang. Berbunga-bunga rasanya. Tidak ada yang akan disebut ketika itu. Apa yang diminta orang, akan diberi. Begitu benarlah senangnya hati ini. Persiapan terkait UKW ini langsung dikebut. Dicari informasi dan hal-hal terkait UKW jenjang Madya ini.

Kota Bukittinggi adalah kota yang berada di dataran tinggi. Kota itu diapit oleh Gunung Marapi dan Gungung Singgalang. Dua gunung itu berdiri menjaga kota yang berudara dingin itu. Jam gadang berdiri di tengah kota. Dimana jam ini dibangun pada tahun 1926 dan merupakan hadiah dari Ratu Belanda kepada Rook Maker Sekretaris Ford De Cock pada masa pemerintah Hindia Belanda, selalu menjadi magnet kunjungan wisata ke daerah itu.

Di kota ini juga ada benteng bernama Fort De Cock. Dulu menjadi benteng tangguh Belanda untuk menguasai Sumatera Barat. Di sebelahnya, saat ini berdiri sebuah hotel juga bernama Benteng. Di hotel itulah saya mengingap untuk mengikuti UKW ini. Lokasi UKW dengan saya menginap ini tidaklah jauh. Hanya sepenghisapan rokok, saya sudah sampai di lokasi ujian itu.

UKW yang dilaksanakan oleh Dewan Pers itu termasuk yang terbanyak pesertanya di Sumatera Barat. Sebanyak 72 orang mengikutinya. Walikota Bukittinggi Erman Safar, membuka kegiatan itu. Dimana pada saat membuka kegiatan itu, dirinya mengaku sangat sedih dengan grade wartawan yang sudah mulai rendah. Dari berita-berita yang dibacanya di berbagai portal, ditemukan berita yang sama.

“Saya sangat sedih melihat fenomena yang ada. Ini entah apalah namanya. Saat ini satu berita yang sama bisa, bisa terbit di media yang berbeda. Apakah ini wartawannya yang hanya copy paste saja atau memang kompetensinya yang tidak ada,” ujarnya ketika itu.