Musim Paceklik, Harga Karet Terus Turun Petani Menjerit

Teks Foto Seorang petani di Nagari Abai Siat, sedang menukik karet. Harga karet sejak beberapa bulan terakhir terus turun. Ini membuat para petani di daerah tersebut gelisah. DS. Gulana

 

ABAI SIAT-Sejak satu bulan terakhir petani karet di Jorong Padang Bungur Timur, Nagari Abai Siat, Kecamatan Koto Besar, Dharmasraya mengeluhkan harga karet yang terus turun.

Informasi yang dihimpun, turunnya harga karet karena produktivitas kebun karet di daerah itu, saat ini juga menurun. Salah satu penyebabnya musim kemarau panjang sejak beberapa waktu belakang. Di sana masyarakat setempat menyebutnya dengan musim paceklik.

Rosnida, salah seorang petani karet mengatakan, pada akhir Juli dan awal Agustus harga karet masih bertahan diharga Rp 8.500 per Kg. Sekali seminggu harga karet turun dengan kelipatan Rp200 hingga Rp300 per Kg. Hingga awal September ini karet bertahan di harga Rp7.500 per Kg.

Menurut Rosnida, tidak ada informasi yang jelas atas penurunan harga yang ditetapkan oleh toke setempat. Padahal para petani sudah memenuhi permintaan toke untuk menghasilkan getah yang bersih tanpa sampah atau tatal (kulit karet yang sudah dibuang-red).

Akibat harga yang rendah dan produktivitas karet yang menurun, membuat petani gelisah. Apalagi sekarang terdengar berita kenaikan harga listrik, BBM dan kebutuhan lainnya akan melonjak tinggi. Sedangkan harga karet terus turun dan harga kebutuhan semakin membengkak.

“Sekali seminggu harga terus turun sebanyak Rp200 sampai Rp300. Kami tidak tahu sebabnya, toke disini sudah biasa dengan gaya seperti itu. Nanti pas giliran harga naik, harga dinaikkan mulai dari Rp50 per minggu.” terangnya.

Menurut Rosnida, petani saat ini sudah semakin sulit. Biasanya musim paceklik hanya sekali dalam setahun. Sedangkan tahun ini terjadi sebanyak tiga kali. Getah tidak lagi menetes dengan maksimal, hasil sedikit dan harga terus mencekik petani.

Dia bercerita, biasanya dalam seminggu bekerja (motong) bisa menghasilkan 100-120 Kg per minggu. Sekarang hasilnya hanya 50-60 Kg per minggu.

“Kami para Petani hanya bisa mengelus dada dan berharap harga naik secepatnya,” ujarnya.

Rosnida mengatakan, dia sangat rindu dengan harga karet yang dulu pernah mencapai Rp25.000 per Kg. Itu terjadi pada era presiden SBY, semenjak pemerintahan Joko Widodo harga di Padang Bungur Timur, Koto Besar tidak pernah berada di posisi Rp10.000 per Kg. Dia berharap semoga pemerintah secepatnya menanggapi hal ini, semoga harga terus naik dan tidak ada lagi keluhan dari bawah.

“Kami tidak meminta harga yang begitu tinggi, bertahan diharga Rp10.000 per Kg saja kami sudah sangat bersyukur.” ucap Rosnida, di akhir perbincangan. DS. Gulana