Menjemput Kejayaan Dharmasraya Dimasa Lalu Untuk Masa Kini

Seorang balita terlihat di pintu masuk Kawasan Candi Padang Roco, Kabupaten Dharmasraya.(yuke)

Di makam itu terdapat delapan makam raja. Bupati Dharmasraya Sutan Rizka Tuanku Kerajaan merupakan raja yang ke sembilan. Di sana semua sejarah tercatat dengan jelas.

Dari Makam Besar Para Raja Dharmasraya, kami menunju Istano Kerajaan Koto Besar. Di sana kami menemukan jejak sejarah berupa bangunan rumah gadang berusia sekitar 200 tahun.

Menurut Wali Nagari Koto Besar, Eko Noris, rumah gadang yang dulunya disebut Istano Kerajaan Koto Besar, hingga kini masih digunakan masyarakat setempat untuk sejumlah kegiatan. Misalnya setiap Kamis malam ada pengajian. Di bangunan yang berbentuk rumah adat tersebut terdapat sebuah kotak yang berfungsi untuk mengumpulkan uang. Bagi masyarakat yang mendapat rezeki berlebih akan menyisihkan uangnya dan uang itu digunakan untuk pembangunan rumah gadang tersebut.

Dalam catatan sejarah, rumah gadang itu didirikan Puti Reno Langguak. Sebagaimana dilansir dari https://situsbudaya.id, nama Koto Besar berasal dari ejaaan ‘kuto besa’, yang berarti kusta besar, merujuk penyakit yang diderita oleh Puti Reno Langguak. Berdirinya kerajaan Koto Besar didahului peristiwa sumpah terlarang. Ketika adik dari Raja Pagaruyung kala itu, Sutan Sari Alam Yang Dipertuan Jati, Puti Reno Langguak, mengalami penyakit kusta. Tak ingin menular ke anggota kerajaan lain, maka Puti Reno Langguak diasingkan ke tepian sungai Lubuak Tajunjuang, tak jauh dari istana Kerajaan Pagaruyung. Awal pengasingan, katanya, dia diperhatikan pihak kerajaan dengan membesuk setiap saat. Namun, lambat laun, intensitas kunjungan semakin menurun.Lama kelamaan, Puti semakin merasakan kurangnya simpati dari anggota keluarga. Pada akhirnya, Merasa tersisih Puti Reno Langguak meninggalkan tempat pengasingan dan berjalan kaki menelusuri nagari-nagari, dengan tujuan yang belum jelas.

Susunan batu bata yang kemudian disebut candi di kawasan Pulau Sawah. (yuke)

Kepergian Puti Reno Langguak didampingi langsung oleh empat penghulu internal Kerajaan Pagaruyung, yakni Datuak Rajo Lelo, Datuak Rajo Sailan, Datuak Sampono, dan Datuak Rajo Mangkuto Alam. Dalam perjalanannya, Puti banyak singgah di nagari-nagari yang dilewati. Setiap persinggahan, dia selalu ditanya dari mana asalnya oleh penduduk setempat.